Wednesday, November 28, 2018

Jika Engkau Bermaksiat Maka Jangan Pernah Menunda Taubat Karena Allah

๐Ÿƒ  Jika Engkau Bermaksiat Maka Jangan Pernah Menunda Taubat Karena Allah

Taushiyah Mufidah:
▪๐Ÿ—“ Rabu
 | 20 Rabi'ul Awal 1440 H
 | 28 November 2018 M
 | Oleh: Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A , ุญูุธู‡ ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰

Jika engkau bermaksiat maka jangan pernah menunda taubat kepada Allah, karena :

1) Menunda taubat adalah dosa tersendiri. Allah telah memerintahkan untuk segera bertaubat
‎ูˆَุณَุงุฑِุนُูˆุง ุฅِู„َู‰ٰ ู…َุบْูِุฑَุฉٍ ู…ِّู† ุฑَุจِّูƒُู…ْ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.

2) Dikawatirkan maut menjemputmu sebelum engkau sempat bertaubat. Karena terlalu sering kematian datang tanpa pemberitahuan dan tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.

3) Jika engkau menunda taubat maka titik hitam semakin mengotori hatimu, sehingga semakin sulit kau kembali kepadaNya, dan semakin sulit untuk khusyuk dalam beribadah.

4) Jika engkau menunda taubat maka dikawatirkan Allah akan membongkar aibmu… Maka berdoalah agar Allah menutup aib dan maksiatmu.

5) Jika engkau menunda taubat maka kemaksiatan yg kau lakukan biasanya akan menjerumuskan engkau kepada maksiat-maksiat yang lainnya.

Sumber : https://firanda.com/1087-jika-engkau-bermaksiat-maka-jangan-pernah-menunda-taubat-kepada-allah.html

Dibagikan ulang oleh:
๐ŸŒ WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
~~~~~~
Fanspage : Wag Dirosah Islamiyah
Bit.ly/fanspageWAGdirosahislamiyah
IG : WAG_DirosahIslamiyah
Bit.ly/instagramWAGdirosahislamiyah
Telegram : WAG_DirosahIslamiyah
Bit.ly/telegramWAGdirosahislamiyah
youtube : WAG Dirosah Islamiyah

Tuesday, November 27, 2018

DO'A UNTUK ORANG YANG HENDAK BEPERGIAN

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. as-Sholatu was Salamu ‘ala Khatamin Nabiyyin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumid diinAmma ba’du.
Perjalanan jauh atau safar merupakan peristiwa yang sering dialami manusia. Dari daerah yang satu menuju daerah yang lainnya. Dari suatu negara ke negara yang lainnya. Di dalamnya mereka kerapkali menemui berbagai hal yang tidak biasa mereka temui dan hal-hal tidak menyenangkan hati, ditinjau dari sisi agama maupun dari sisi keduniaan. Perkara-perkara itulah yang terkadang menjadi sebab perubahan yang ada dalam dirinya. Bisa jadi bertambah baik, namun bisa juga justru bertambah jelek. Oleh karena itu agama Islam yang sempurna dan elok ini telah menuntunkan kepada umatnya melalui lisan dan teladan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai bekal apakah yang semestinya dipersiapkan oleh seorang mukmin sebelum keberangkatannya dan apa yang diucapkan di saat-saat menjelang perpisahan itu. Berikut ini salah satu Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kita menjumpai keadaan semacam itu.
Perpisahan dalam Naungan as-Sunnah
Imam Abu Dawud rahimahullah membuat sebuah bab di dalam Sunannya dalam Kitab al-Jihad dengan judul Bab Fid Du’a ‘indal Wada’ (Doa ketika berpisah, yaitu sebelum melakukan perjalanan/safar). Kemudian beliau membawakan hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma:
ุนَู†ْ ู‚َุฒَุนَุฉَ ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ู„ِู‰ ุงุจْู†ُ ุนُู…َุฑَ ู‡َู„ُู…َّ ุฃُูˆَุฏِّุนْูƒَ ูƒَู…َุง ูˆَุฏَّุนَู†ِู‰ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ุฃَุณْุชَูˆْุฏِุนُ ุงู„ู„َّู‡َ ุฏِูŠู†َูƒَ ูˆَุฃَู…َุงู†َุชَูƒَ ูˆَุฎَูˆَุงุชِูŠู…َ ุนَู…َู„ِูƒَ
Dari Qoza’ah, dia berkata: Ibnu Umar –radhiyallahu’anhuma- berkata kepadaku, “Kemarilah, akan kulepas kepergianmu sebagaimana ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas kepergianku (yaitu dengan doa), ‘Astaudi’ullaha diinaka wa amaanataka wa khawaatima ‘amalik‘ (Aku titipkan kepada Allah pemeliharaan agamamu, amanatmu, dan akhir penutup amalmu).” (HR. Abu Dawud, Syaikh al-Albani berkata: Hadits ini sahih dengan banyak jalannya, sebagiannya disahihkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan adz-Dzahabi. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud [7/353] software Maktabah asy-Syamilah)
Bacaan Doa Ketika Memberangkatkan Pasukan
Tuntunan doa seperti ini tidak khusus untuk perorangan, bahkan berlaku pula untuk rombongan. Termasuk di dalamnya rombongan pasukan perang. Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan,
ุนَู†ْ ุนَุจْุฏِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุงู„ْุฎَุทْู…ِู‰ِّ ู‚َุงู„َ ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุจِู‰ُّ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ุฅِุฐَุง ุฃَุฑَุงุฏَ ุฃَู†ْ ูŠَุณْุชَูˆْุฏِุนَ ุงู„ْุฌَูŠْุดَ ู‚َุงู„َ ุฃَุณْุชَูˆْุฏِุนُ ุงู„ู„َّู‡َ ุฏِูŠู†َูƒُู…ْ ูˆَุฃَู…َุงู†َุชَูƒُู…ْ ูˆَุฎَูˆَุงุชِูŠู…َ ุฃَุนْู…َุงู„ِูƒُู…ْ .
Dari Abdullah al-Khathmi –radhiyallahu’anhu-, dia berkata: “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak melepas keberangkatan pasukan beliau maka beliau membaca doa, ‘Astaudi’ullaha diinakum wa amaanatakum wa khawaatima a’maalikum‘ (Aku titipkan kepada Allah pemeliharaan agama kalian, amanat yang kalian emban, dan akhir penutup amal kalian).” (HR. Abu Dawud. Syaikh al-Albani mengatakan: Sanadnya sahih sesuai dengan kriteria Muslim. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud [7/354] software Maktabah asy-Syamilah)
Abu at-Thayyib rahimahullah menerangkan makna ‘pasukan’ dalam hadits ini,
ุฃูŠ ุงู„ุนุณูƒุฑ ุงู„ู…ุชูˆุฌู‡ ุฅู„ู‰ ุงู„ุนุฏูˆ
“Artinya adalah pasukan tentara yang akan diberangkatkan untuk menyerang musuh.” (Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud [7/187] software Maktabah asy-Syamilah)
Bekali Dirimu dengan Takwa
Perjalanan tentunya membutuhkan perbekalan. Dan sebaik-baik bekal adalah ketakwaan. Karena dengan ketakwaan itulah seorang hamba akan mendapatkan jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapinya, dimudahkan urusannya, dan bahkan dia akan bisa mendapatkan rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka. Allah ta’ala berfirman,
ูˆَุชَุฒَูˆَّุฏُูˆุง ูَุฅِู†َّ ุฎَูŠْุฑَ ุงู„ุฒَّุงุฏِ ุงู„ุชَّู‚ْูˆَู‰
“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (Qs. al-Baqarah: 197)
Allah ta’ala berfirman,
ูˆَู…َู†ْ ูŠَุชَّู‚ِ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠَุฌْุนَู„ْ ู„َู‡ُ ู…َุฎْุฑَุฌًุง ูˆَูŠَุฑْุฒُู‚ْู‡ُ ู…ِู†ْ ุญَูŠْุซُ ู„َุง ูŠَุญْุชَุณِุจ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah berikan baginya jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak dia sangka-sangka.” (Qs. at-Thalaq: 2-3)
Allah ta’ala berfirman,
ูˆَู…َู†ْ ูŠَุชَّู‚ِ ุงู„ู„َّู‡َ ูŠَุฌْุนَู„ْ ู„َู‡ُ ู…ِู†ْ ุฃَู…ْุฑِู‡ِ ูŠُุณْุฑًุง
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah jadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Qs. at-Thalaq: 4)
Imam at-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan,
ุนู† ุฃู†ุณ ู‚ุงู„ : ุฌุงุก ุฑุฌู„ ุฅู„ู‰ ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… ูู‚ุงู„ ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุฅู†ูŠ ุฃุฑูŠุฏ ุณูุฑุง ูุฒูˆุฏู†ูŠ ู‚ุงู„ ุฒูˆุฏูƒ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชู‚ูˆู‰ ู‚ุงู„ ุฒุฏู†ูŠ ู‚ุงู„ ูˆุบูุฑ ุฐู†ุจูƒ ู‚ุงู„ ุฒุฏู†ูŠ ุจุฃุจูŠ ุฃู†ุช ูˆุฃู…ูŠ ู‚ุงู„ ูˆูŠุณุฑ ู„ูƒ ุงู„ุฎูŠุฑ ุญูŠุซู…ุง ูƒู†ุช
Dari Anas –radhiyallahu’anhu-, dia berkata: Ada seorang lelaki yang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, saya hendak bepergian/safar maka berilah saya bekal.” Maka beliau menjawab, “Zawwadakallahut taqwa (semoga Allah membekalimu takwa).” Lalu dia berkata, “Tambahkan lagi -bekal- untukku.” Beliau menjawab, “Wa ghafara dzanbaka (semoga Allah mengampuni dosamu).” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi -bekal- untukku, ayah dan ibuku sebagai tebusan bagimu.” Beliau menjawab, “Wa yassara lakal khaira haitsuma kunta (semoga Allah mudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu berada).” (HR. at-Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan gharib. Syaikh al-Albani mengatakan: hasan sahih. Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi [3/155] software Maktabah asy-Syamilah)
Imam Ibnu as-Suni rahimahullah meriwayatkan hadits ini dengan redaksi doa yang sedikit berbeda,
ุนู† ุฃู†ุณ ، ุฑุถูŠ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ุฃู† ุฑุฌู„ุง ุฃุชู‰ ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…، ูู‚ุงู„ : ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ، ุฅู†ูŠ ุฃุฑูŠุฏ ุณูุฑุง، ูุฒูˆุฏู†ูŠ. ู‚ุงู„ : ุฒูˆุฏูƒ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชู‚ูˆู‰ . ู‚ุงู„ : ุฒุฏู†ูŠ. ู‚ุงู„ : ูˆุบูุฑ ู„ูƒ ุฐู†ุจูƒ . ู‚ุงู„ : ุฒุฏู†ูŠ. ู‚ุงู„ : ูˆูˆุฌู‡ูƒ ู„ู„ุฎูŠุฑ ุญูŠุซู…ุง ุชูˆุฌู‡ุช
Dari Anas radhiyallahu’anhu bahwa ada seorang lelaki yang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan, “Wahai Rasulullah, saya hendak bepergian. Berilah saya bekal.” Maka beliau menjawab, “Semoga Allah membekalimu dengan takwa.” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi -bekal- untukku.” Beliau menjawab, “Dan semoga Allah mengampuni dosa-dosamu.” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi -bekal- untukku.” Beliau menjawab, “Semoga Allah mengarahkanmu kepada kebaikan ke arah mana pun kamu menempuh perjalanan.” (HR. Ibnu as-Suni dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah [2/461], lihat juga Mir’at al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih karya Syaikh Abul Hasan Hisamuddin ar-Rehmani al-Mubarakfuri rahimahullah [8/189] software Maktabah asy-Syamilah)
at-Thibi rahimahullah menerangkan makna doa ‘zawwadakallahut taqwa‘,
ุฒุงุฏูƒ ุฃู† ุชุชู‚ูŠ ู…ุญุงุฑู…ู‡ ูˆุชุฌุชู†ุจ ู…ุนุงุตูŠู‡
“Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan yang akan membuatmu menjaga diri dari perkara-perkara yang diharamkan-Nya dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.” (Dinukil dari Mir’at al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih [8/190] software Maktabah asy-Syamilah)
Allah Tak Akan Menyia-nyiakan ‘Barang Titipan’
Imam Ibnu Majah rahimahullah meriwayatkan,
ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ ู‚ุงู„ ูˆุฏุนู†ูŠ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆ ุณู„ู… ูู‚ุงู„ ุฃุณุชูˆุฏุนูƒ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฐูŠ ู„ุง ุชุถูŠุน ูˆุฏุงุฆุนู‡
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu’anhu-, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas kepergianku dengan mengucapkan, ‘Astaudi’ukallahalladzi laa tadhii’u wadaa-i’uhu‘ (Kutitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan pernah tersia-siakan apa yang dititipkan kepada-Nya).” (HR. Ibnu Majah. Disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [16 dan 2547] dan Takhrij al-Kalim at-Thayyib [167], lihat Shahih Ibnu Majah [2/133] software Maktabah asy-Syamilah)
al-Munawi rahimahullah menjelaskan makna bacaan ini,
ุฃูŠ ุงู„ุฐูŠ ุฅุฐุง ุงุณุชุญูุธ ูˆุฏูŠุนุฉ ู„ุง ุชุถูŠุน ูุฅู†ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุฅุฐุง ุงุณุชูˆุฏุน ุดูŠุฆุง ุญูุธู‡
“Artinya: -Allah adalah- sosok yang apabila diserahkan kepadanya suatu barang titipan maka barang itu tidak akan tersia-siakan, karena Allah ta’ala apabila dititipi sesuatu maka Allah pasti akan menjaganya…” (Faidh al-Qadir [1/641] software Maktabah asy-Syamilah)
Beliau juga menerangkan,
ูˆูŠู†ุฏุจ ู„ูƒู„ ู…ู† ุงู„ู…ุชูˆุงุฏุนูŠู† ุฃู† ูŠู‚ูˆู„ ู„ู„ุขุฎุฑ ุฐู„ูƒ ูˆุฃู† ูŠุฒูŠุฏ ุงู„ู…ู‚ูŠู… ุฒูˆุฏูƒ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชู‚ูˆู‰ ูˆุบูุฑ ุฐู†ุจูƒ ูˆูˆุฌู‡ูƒ ู„ู„ุฎูŠุฑ ุญูŠุซู…ุง ูƒู†ุช
“Dianjurkan bagi masing-masing orang di antara kedua belah pihak yang berpisah untuk mengucapkan bacaan itu kepada saudaranya yang lain dan hendaknya orang yang mukim menambahkan bacaan ‘zawwadakallahut taqwa wa ghafara dzanbaka wa wajjahaka lil khairi haitsuma kunta‘.” (Faidh al-Qadir [1/641] software Maktabah asy-Syamilah)
Jagalah -aturan- Allah, Allah ‘kan menjagamu!
Ketika menerangkan kandungan hadits ‘ihfazhillaha yahfazhka‘ (jagalah Allah niscaya Allah menjagamu), al-Hafizh lbnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menerangkan,
ูุฅู† ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ูˆ ุฌู„ ูŠุญูุธ ุงู„ู…ุคู…ู† ุงู„ุญุงูุธ ู„ุญุฏูˆุฏ ุฏูŠู†ู‡ ูˆูŠุญูˆู„ ุจูŠู†ู‡ ูˆุจูŠู† ู…ุง ูŠูุณุฏ ุนู„ูŠู‡ ุฏูŠู†ู‡ ุจุฃู†ูˆุงุน ู…ู† ุงู„ุญูุธ ูˆู‚ุฏ ู„ุง ูŠุดุนุฑ ุงู„ุนุจุฏ ุจุจุนุถู‡ุง ูˆู‚ุฏ ูŠูƒูˆู† ูƒุงุฑู‡ุง ู„ู‡ ูƒู…ุง ู‚ุงู„ ููŠ ุญู‚ ูŠูˆุณู ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุณู„ุงู… ูƒุฐู„ูƒ ู„ู†ุตุฑู ุนู†ู‡ ุงู„ุณูˆุก ูˆุงู„ูุญุดุงุก ุฅู†ู‡ ู…ู† ุนุจุงุฏู†ุง ุงู„ู…ุฎู„ุตูŠู† ูŠูˆุณู ู‚ุงู„ ุงุจู† ุนุจุงุณ ููŠ ู‚ูˆู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰ ุฅู† ุงู„ู„ู‡ ูŠุญูˆู„ ุจูŠู† ุงู„ู…ุฑุก ูˆู‚ู„ุจู‡ ู‚ุงู„ ูŠุญูˆู„ ุจูŠู† ุงู„ู…ุคู…ู† ูˆุจูŠู† ุงู„ู…ุนุตูŠุฉ ุงู„ุชูŠ ุชุฌุฑู‡ ุฅู„ู‰ ุงู„ู†ุงุฑ
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla akan menjaga seorang mukmin yang berusaha untuk senantiasa menjaga batasan/aturan agama Allah dan Allah akan menghalangi dirinya dari perkara-perkara yang akan merusak agamanya dengan berbagai macam bentuk penjagaan, yang terkadang hamba tersebut tidak menyadari sebagiannya. Bahkan bisa jadi dia merasa tidak suka atas perkara itu (bentuk penjagaan Allah, pent). Hal ini sebagaimana yang Allah ceritakan mengenai keadaan -Nabi- Yusuf ‘alaihis salam (dalam ayat yang artinya), ‘Demikianlah Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia termasuk kalangan hamba Kami yang ikhlas.’ (Qs. Yusuf). Ibnu Abbas –radhiyallahu’anhuma- mengatakan ketika menafsirkan kandungan firman Allah ta’ala (yang artinya), ‘Sesungguhnya Allah akan menghalangi antara seseorang dengan hatinya’ maksudnya adalah: Allah akan menghalangi antara diri seorang mukmin dengan kemaksiatan yang akan menyeretnya ke dalam neraka…” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal 243)
Ibnu Rajab menukilkan sebuah atsar dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
ุฅู† ุงู„ุนุจุฏ ู„ูŠู‡ู… ุจุงู„ุฃู…ุฑ ู…ู† ุงู„ุชุฌุงุฑุฉ ูˆุงู„ุฅู…ุงุฑุฉ ุญุชู‰ ูŠูŠุณุฑ ู„ู‡ ููŠู†ุธุฑ ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ูŠู‡ ููŠู‚ูˆู„ ู„ู„ู…ู„ุงุฆูƒุฉ ุงุตุฑููˆู‡ ุนู†ู‡ ูุฅู†ู‡ ุฅู† ูŠุณุฑุชู‡ ู„ู‡ ุฃุฏุฎู„ุชู‡ ุงู„ู†ุงุฑ ููŠุตุฑูู‡ ุงู„ู„ู‡ ุนู†ู‡ ููŠุธู„ ูŠุชุทูŠุฑ ุจู‚ูˆู„ู‡ ุณุจู†ูŠ ูู„ุงู† ูˆุฃู‡ุงู†ู†ูŠ ูู„ุงู† ูˆู…ุง ู‡ูˆ ุฅู„ุง ูุถู„ ุงู„ู„ู‡ ุนุฒ ุฌู„
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang bertekad untuk meraih ambisinya dalam hal perdagangan (baca: urusan bisnis) dan urusan kepemimpinan sehingga diapun dimudahkan ke arah itu. Kemudian Allah memperhatikan dirinya, lalu Allah katakan kepada para malaikat, ‘Palingkanlah hal itu darinya. Sebab jika hal itu Aku mudahkan untuknya niscaya hal itu justru akan menjerumuskan dirinya ke dalam neraka’. Maka Allah pun memalingkan urusan itu darinya sampai-sampai dia merasa dirinya selalu bernasib sial seraya mengatakan, ‘Si fulan mengolok-olokku’, ‘Si fulan menghinakanku’. Padahal sebenarnya apa yang dialaminya itu tidak lain adalah karunia yang diberikan Allah ‘azza wa jalla -kepadanya-…” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal 243)
Pelajaran yang Bisa Dipetik
Keterangan-keterangan di atas memberikan banyak pelajaran bagi kita, antara lain:
Semestinya orang yang hendak bepergian mempersiapkan bekal (uang atau makanan, dsb), dan bekal yang terbaik adalah ketakwaan.
Perintah untuk senantiasa mengingat Allah dalam berbagai keadaan, sebab barangsiapa yang mengingat Allah maka Allah akan mengingatnya.
Hendaknya seorang mukmin menyukai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana yang dia sukai untuk dirinya sendiri, dan salah satu wujudnya adalah dengan mendoakan kebaikan untuknya.
Disyari’atkan untuk membaca doa ‘astaudi’ullaha diinaka wa amaanatak wa khawaatima ‘amalik‘, atau ‘astaudi’ukallahalladzi laa tadhii’u wadaa-i’uh‘ ketika akan berpisah. Bagi orang yang mengantarkan bisa juga dengan doa ‘zawwadakallahut taqwa, wa ghafara dzanbaka, wa yassarallahu lakal khaira haitsuma kunta‘ dan yang serupa dengannya sebagaimana disebutkan dalam riwayat.
Sebab penjagaan Allah kepada diri seorang hamba adalah keteguhan dirinya dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan di mana pun dia berada. Perkara yang wajib jelas harus lebih diprioritaskan, dan lebih bagus lagi jika ditambah dengan amalan sunnah sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi.
Bentuk penjagaan yang Allah berikan kepada seorang hamba tidak selamanya terasa menyenangkan bagi jiwa/perasaan manusia. Bisa jadi secara lahir seseorang tertimpa musibah atau perkara lain yang tidak disukainya -dalam urusan keduniaan- namun sebenarnya hal itu adalah bentuk penjagaan Allah kepada dirinya, Maha suci Allah dari perlakuan aniaya kepada hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sehingga pemberian suatu nikmat dunia kepada seseorang tidak secara otomatis menunjukkan bahwa Allah meridhai hal itu bagi kita. Karena bisa jadi nikmat yang Allah beri merupakan bentuk hukuman yang ditunda, sedangkan nikmat yang dicabut dengan adanya musibah merupakan sarana penghapusan dosa baginya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang lain (bagian akhir dari faedah ini kami peroleh dari kitab al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid).
Penjagaan yang Allah berikan kepada hamba tergantung pada tingkat kesungguhannya dalam menjalankan petunjuk-Nya. Hal itu sebagaimana ayat (yang artinya), “Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya akan Kami tunjukkan kepada-Nya jalan-jalan (menuju keridhaan) Kami.” (Qs. al-Ankabut: 69). Dan juga ayat (yang artinya), “Orang-orang yang berjalan di atas petunjuk niscaya akan Allah tambahkan hidayah kepada mereka dan Allah akan berikan kepada mereka ketakwaan mereka.” (Qs. Muhammad: 17)
Hal ini -pelajaran no-7- sekaligus menunjukkan kepada kita kebenaran ucapan para ulama kita, ‘min tsawabil hasanati al-hasanatu ba’daha‘ (salah satu balasan kebaikan adalah munculnya kebaikan sesudahnya). Dalil ucapan ini adalah firman Allah (yang artinya), “Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (Qs. at-Taghabun: 11) (faedah ini kami peroleh dari kitab al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang sempurna dan mencakup berbagai sisi kehidupan manusia. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dalam agama (baca: bid’ah).
Hadits-hadits di atas juga menunjukkan bahwa hadits Nabi -yang sah- tidak akan pernah bertentangan dengan ayat-al-Qur’an. Dan menunjukkan bahwa apa yang beliau ajarkan adalah berlandaskan wahyu dari Allah ta’ala, bukan hasil rekayasa budaya manusia. Hal ini sekaligus menjadi bantahan bagi kaum liberal dan pluralis yang menyatakan bahwa al-Qur’an -begitu pula as-Sunnah, sebagai konsekuensi logis atasnya- yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya adalah muntaj tsaqafi (produk budaya) dan bukan wahyu ilahi. Maha Suci Allah dari kotornya ucapan mereka… Tidakkah mereka membaca firman Allah yang sedemikian gamblang dan terang (yang artinya), “Tidaklah dia -Muhammad- berbicara dari hawa nafsunya. Hanya saja yang dia ucapkan itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Qs. an-Najm: 3-4)? Ataukah barangkali mata hati mereka telah membuta… Na’dzubillahi min dzalik! Maka ambillah pelajaran wahai Ulil Abshar (orang-orang yang memiliki mata hati)…
Demikianlah paparan singkat dan sangat sederhana ini. Nasehat dan teguran sangat kami harapkan demi kebaikan kita semua. Semoga kita termasuk orang yang menghidupkan Sunnah ketika banyak orang telah melupakan dan melalaikannya. Semoga Allah memberikan keteguhan kepada kita untuk bersabar di atas ketakwaan kepada-Nya hingga ajal tiba, wallahul muwaffiq. Kami juga memohon ampun kepada Allah ta’ala atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallamWalhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Yogyakarta, Senin 16 Syawwal 1430 H
Hamba yang sangat membutuhkan ampunan Rabbnya
***


Baca selengkapnya https://muslim.or.id/1569-bekal-safar-kutitipkan-mereka-kepada-mu-ya-allah.html

Music Haram Apanya. Beenarkah alat musig HARAM atau Iramanya atau Penyanyinya

Terdapat dalil al Quran ,hadist, dan atsar tentang keharaman musik. antara lain :



1. Nyanyian dikatakan sebagai “lahwal hadits” (perkataan yang tidak berguna)
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan “perkataan yang tidak berguna” untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah padanya dengan azab yang pedih.” (QS. Luqman: 6-7)

berkata Ibnu Mas’ud : Yang di maksud dengan “lahwal hadits” dalam ayat tersebut adalah ” “Yang dimaksud adalah nyanyian, demi Dzat yang tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia.” Beliau menyebutkan makna tersebut sebanyak tiga kali ( Lihat Jami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, 20/127,)

Penafsiran senada disampaikan oleh Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, dan Qotadah. Dari Ibnu Abi Najih, Mujahid berkata bahwa yang dimaksud lahwu hadits adalah bedug (genderang).
Asy Syaukani menukil perkataan Al Qurtubhi yang mengatakan bahwa tafsiran yang paling bagus untuk makna lahwal hadits adalah nyanyian. Inilah pendapat para sahabat dan tabi’in

2. Orang-orang yang bernyanyi disebut “saamiduun”
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka, apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu saamiduun? Maka, bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” (QS. An Najm: 59-62)
Apa yang dimaksud ุณَุงู…ِุฏُูˆู†َ /saamiduun/?
Menurut salah satu pendapat, makna saamiduun adalah bernyanyi dan ini berasal dari bahasa orang Yaman. Mereka biasa menyebut “ismud lanaa” dan maksudnya adalah: “Bernyanyilah untuk kami”. Pendapat ini diriwayatkan dari [Lihat Zaadul Masiir, 5/448.]
‘Ikrimah mengatakan, “Mereka biasa mendengarkan Al Qur’an, namun mereka malah bernyanyi. Kemudian turunlah ayat ini (surat An Najm di atas).”[Lihat Ighatsatul Lahfan, 1/258.]

3. Diriwayatkan Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari -– demi Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif). Dan sungguh beberapa kaum akan mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi lalu mereka didatangi orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka berkata : “Kembalilah besok”. Pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat” [HR. Al-Bukhari no. 5268. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588; Al-Baihaqi 3/272, 10/221; Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19 dan yang lainnya. Hadits ini memiliki banyak penguat].

4. Dari Abi Malik Al-Asy’ary ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Pasti akan ada sekelompok manusia dari umatku yang meminum khamr dan menamainya dengan nama lain. Mereka senang memainkan alat-alat musik (ma’aazif) dan biduanita. Lalu Allah akan menenggelamkan mereka ke dalam bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi” [HR. Abu Dawud no. 3688, Ibnu Majah no. 4020, Ahmad no. 22951, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 3419, dan yang lainnya].

5. Dari Nafi’ maula Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma : Bahwasannya Ibnu ’Umar pernah mendengarkan suara seruling yang ditiup oleh seorang penggembala. Maka ia meletakkan kedua jarinya di kedua telinganya (untuk menyumbat/menutupinya) sambil membelokkan untanya dari jalan (menghindari suara tersebut).
Ibnu ’Umar berkata : ”Wahai Nafi’, apakah kamu masih mendengarnya ?”. Maka aku berkata : ”Ya”. Maka ia terus berlalu hingga aku berkata : ”Aku tidak mendengarnya lagi”. Maka Ibnu ’Umar pun meletakkan tangannya (dari kedua telinganya) dan kembali ke jalan tersebut sambil berkata :
”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ketika mendengar suara seruling melakukannya demikian” [HR. Ahmad 2/8 no. 4535 dan 2/38 no. 4965. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud no. 4924 dan 4926; Al-Ajurri dalam Tahriimun-Nard wasy-Syatranj wal-Malaahi no. 64; dan yang lainnya, Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud]

6. Dari ‘Imraan bin Hushain : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Akan ada di kalangan umatku ini nanti bumi yang ditenggelamkan, hujan batu, dan kutukan hingga diubah menjadi makhluk lain”. Maka berkata seorang laki-laki di antara kaum muslimin (yaitu dari kalangan shahabat Nabi) : “Wahai Rasulullah, bagaimanakah hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab : “Ya, jika telah bermunculan para penyanyi perempuan (biduanita), alat-alat musik, dan khamr telah diminum” [HR. Tirmidzi no. 2212.]

7. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam :“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas diriku – atau telah mengharamkan – khamr, judi, al-kuubah (sejenis alat musik), dan setiap hal yang memabukkan adalah haram”. [Abu Dawud (no. 3696), Al-Baihaqi (10/221), Ahmad dalam Al-Musnad (no. 2476) dan Al-Asyribah (no. 193) dan lainnya]

8. Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Lebih baik salah seorang dari kalian memenuhi perutnya dengan nanah hingga merusak perutnya daripada ia penuhi dengan sya’ir” [HR. Al-Bukhari no. 5803 dan Muslim no. 2257].

9. ’Utsman bin ’Affan radliyallaahu ’anhu, ia berkata :
”Sungguh aku telah bersumbunyi dari Rab-ku selama sepuluh tahun. Dan aku adalah orang keempat dari empat orang yang pertama kali masuk Islam. Aku tidak pernah bernyanyi dan berangan-angan…..” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam Mu’jamul-Kabiir no. 122 – Maktabah Sahab; hasan].

10. ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Dzammul-Malaahi 4/2 serta Al-Baihaqi dari jalannya dalam Sunan-nya 10/223 dan Syu’abul-Iman 4/5098-5099; shahih. Lihat Tahrim Alaatith-Tharb hal. 98; Maktabah Sahab].

11. ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma. Ibnul-Jauzi meriwayatkan sebagai berikut :
”Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhu pernah melewati satu kaum yang sedang melakukan ihram dimana bersama mereka ada seorang laki-laki yang sedang bernyanyi. Maka Ibnu ’Umar berkata kepada mereka : ”Ketahuilah, semoga Allah tidak mendengar doa kalian” [Talbis Ibliis oleh Ibnul-Jauzi hal. 209 – Daarul-Fikr 1421].

12. ‘Abdullah bin ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata :
”Duff itu haram, alat musik (ma’aazif) itu haram, al-kuubah itu haram, dan seruling itu haram” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 10/222; shahih].

13. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz rahimahullah.
Al-Auza’i berkata : ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz pernah menulis surat kepada ‘Umar bin Al-Waliid yang di diantaranya berisi : “….Perbuatanmu yang memperkenalkan alat musik merupakan satu kebid’ahan dalam Islam. Dan sungguh aku telah berniat untuk mengutus seseorang kepadamu untuk memotong rambut kepalamu dengan cara yang kasar” [Dikeluarkan oleh An-Nasa’i dalam Sunan-nya (2/178) dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (5/270) dengan sanad shahih.]

14. Sa’id bin Al-Musayib rahimahullah mengatakan :
“Sesungguhnya aku membenci nyanyian, dan lebih menyukai rajaz (semacam syi’ir)” [Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf (11/6/19743) dengan sanad shahih].

15. Asy-Sya’bi (‘Aamir bin Syaraahiil) rahimahullah. Diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Khaalid bahwa Asy-Sya’bi membenci upah penyanyi, dan ia (Asy-Sya’bi) berkata :
“Aku tidak mau memakannya” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf (7/9/2203) dengan sanad shahih]


Pendapat Para Ulama Tentang Musik Dan Nyanyian

1. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.”

2. Al Qasim bin Muhammad pernah ditanya tentang nyanyian, lalu beliau menjawab, “Aku melarang nyanyian padamu dan aku membenci jika engkau mendengarnya.” Lalu orang yang bertanya tadi mengatakan, “Apakah nyanyian itu haram?” Al Qasim pun mengatakan,”Wahai anak saudaraku, jika Allah telah memisahkan yang benar dan yang keliru, lantas pada posisi mana Allah meletakkan ‘nyanyian’?”

3. ‘Umar bin ‘Abdul Aziz pernah menulis surat kepada guru yang mengajarkan anaknya, isinya adalah, ”Hendaklah yang pertama kali diyakini oleh anak-anakku dari budi pekertimu adalah kebencianmu pada nyanyian. Karena nyanyian itu berasal dari setan dan ujung akhirnya adalah murka Allah. Aku mengetahui dari para ulama yang terpercaya bahwa mendengarkan nyanyian dan alat musik serta gandrung padanya hanya akan menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan rerumputan. Demi Allah, menjaga diri dengan meninggalkan nyanyian sebenarnya lebih mudah bagi orang yang memiliki kecerdasan daripada bercokolnya kemunafikan dalam hati.”

4. Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah mantera-mantera zina.”

5. Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”

6. Yazid bin Al Walid mengatakan, “Wahai anakku, hati-hatilah kalian dari mendengar nyanyian karena nyanyian itu hanya akan mengobarkan hawa nafsu, menurunkan harga diri, bahkan nyanyian itu bisa menggantikan minuman keras yang bisa membuatmu mabuk kepayang. … Ketahuilah, nyanyian itu adalah pendorong seseorang untuk berbuat zina.”

7. Empat Ulama Madzhab Mencela Nyanyian
– Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa. [Lihat Talbis Iblis, 282.]
– Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, “Barangsiapa membeli budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.” [Lihat Talbis Iblis, 284.]
– Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata, “Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.” [Lihat Talbis Iblis, 283.]
– Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, “Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.” [Lihat Talbis Iblis, 280.]

8. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Barangsiapa yang memainkan alat-alat musik tersebut dalam keyakinannya menjalankan agama dan bertaqarrub kepada Allah, maka tidak diragukan lagi kesesatan dan kebodohannya” [Majmu’ Fatawa 11/162 – Maktabah Al-Misykah].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengatakan, “Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.” [Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577.]

9. ‘Abdul-‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya mendengarkan nyanyian merupakan satu keharaman dan mekunkaran. Termasuk di antara sebab hati menjadi sakit dan keras. Mencegah dzikir kepada Allah dan menghalangi ditunaikannya shalat. Dan sungguh telah banyak ulama yang menafsirkan firman Allah dala QS. Luqman ayat 6 ”Dan diantara manusia ada yang membeli perkataan-perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah” [Al-Ayat]. Yaitu dengan nyanyian” [Majmu’ Fatawa wa Maqaalat Mutanawwi’ah oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz, 3/432

10. Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin berkata :
“Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang tidak berguna.”
Berdasarkan hal ini saya menyampaikan nasehat kepada para saudaraku sesama muslim agar menghindari mendengarkan musik dan janganlah sampai tertipu oleh beberapa pendapat yang menyatakan halalnya lagu dan alat-alat musik, karena dalil-dalil yang menyebutkan tentang haramnya musik sangat jelas dan pasti. Sedangkan menyaksikan sinetron yang ada wanitanya adalah haram karena bisa menyebabkan fitnah dan terpikat kepada perempuan. Rata-rata setiap sinetron membahayakan, meski tidak ada wanitanya atau wanita tidak melihat kepada pria, karena pada umumnya sinetron adalah membahayakan masyarakat, baik dari sisi prilakunya dan akhlaknya.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga kaum muslimin dari keburukannya dan agar memperbaiki pemerintah kaum muslimin, karena kebaikan mereka akan memperbaiki kaum muslimin. Wallahu a’lam.
[Fatawal Mar’ah 1/106]

Nyanyian Dan Musik Yang Dibolehkan

1. Menyanyi pada hari raya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim membawakan hadits dalam kitab Shahih-nya dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata :
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memasuki rumahku sedang aku bersama dua orang anak perempuan kecil yang sedang mendendangkan nyanyian Bu’ats. Lalu beliau berbaring dan mengarahkan wajahnya ke arah lain. Kemudian Abu Bakar masuk dan memukulku seraya berkata : “Ada seruling syaithan di dekat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menghadapkan wajahnya kepada Abu Bakar seraya bersabda : “Biarkan saja mereka berdua”. Ketika Abu Bakar lengah, aku mencubit kedua anak perempuan itu dan merekapun pergi keluar” [HR. Al-Bukhari no. 907 dan Muslim no. 892].
Hadits ‘Aisyah di atas memberikan pemahaman bahwa Nabi dan para shahabatnya tidak terbiasa berkumpul mendengarkan nyanyian, karena itu secara spontan Abu Bakar Ash-Shiddiq menamainya seruling syaithan. Dan pada waktu itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari perkataan Abu Bakar (ketika beliau mengatakan : “Ada seruling syaithan di dekat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam”). Dalam riwayat lain, beliau memberikan penjelasan kepada Abu Bakar tentang alasan pembolehan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pada waktu itu sebagai satu rukhshah, dengan perkataan beliau : (ุฏุนู‡ู…ุง ูŠุง ุฃุจุง ุจูƒุฑ ! ูุฅู† ู„ูƒู„ ู‚ูˆู… ุนูŠุฏุง ، ูˆู‡ุฐุง ุนูŠุฏู†ุง) ” Biarkan mereka berdua wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai ‘Ied (hari raya). Dan ini adalah hari raya kita”.

2. Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung PESTA PERNIKAHAN, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya.
– Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan.” (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.
– Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fรขth al-Bรขrรฎ, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra].

3. Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik)
Inilah nasyid yang sebenarnya yaitu yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do’a.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyenandungkan sya’ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
“Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.”
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain:
“Kita telah membai’at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad.”
Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya’ir Ibnu Rawahah yang lain:
“Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh)
Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya.”
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung “Kami menolaknya, … kami menolaknya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dari ‘Amru bin Asy-Syarid dari ayahnya (Asy-Syarid bin Suwaid Ats-Tsaqafy) ia berkata : ”Suatu hari aku dibonceng oleh Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Maka beliau bertanya : ‘Apakah engkau hafal syair Umayyah bin Abish-Shalat ?’. Aku menjawab : ‘Ya’. Beliau berkata : ‘Lantunkanlah !’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair. (Setelah selesai), beliau pun berkata : ‘Teruskanlah !’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair lagi. (Setelah selesai), beliau pun berkata hal yang sama : ‘Teruskanlah !’. Hingga aku melantunkan sekitar seratus bait syair” [HR. Muslim no. 2255].


KESIMPULAN :
* NYANYIAN yang di bolehkan adalah nyanyian yang seperti kita temukan dalam berbagai aktifitas sehari-hari dalam perjalanan, pekerjaan, mengangkut beban, dan sebagainya. Sebagian di antara mereka ada yang menghibur dirinya dengan bernyanyi untuk menambah gairah dan semangat, menghilangkan kejenuhan dan rasa sepi. Contohnya di antaranya adalah al-hida’, lagu yang dinyanyikan oleh sebagian kaum perempuan untuk menenangkan tangis atau rengekan buah hati mereka, atau nyanyian gadis-gadis kecil dalam sendau-gurau permainan mereka, wallaahu a’lam [Kaffur-Ri’a’ halaman 59-60 dan Kasyful-Qina’ halaman 47-49].
Nyanyian Dihukumi Haram Jika:

1. Isinya mengandung kata-kata kesyirikan, kekafiran, bid’ah, khurafat, membangkitkan syahwat, dorongan untuk berzina, gibah, menghina orang lain, atau kalimat-kalimat haram lainnya.

2. Dilantunkan dengan mengikuti irama musik. Ini termasuk meniru kebiasaan orang fasiq. Imam Asy-Syathibi mengatakan, “… Orang Arab (para shahabat) tidak memiliki kebiasaan memperindah irama, sebagaimana kebiasaan orang sekarang. Mereka melantunkan syair secara spontan tanpa mempelajari irama ….” (Al-I’thisham, 1:368. dinukil dari Tahrim ‘ala Ath-Tharb, hlm. 133)

3. Dijadikan sebagai sarana ibadah atau sarana dakwah. Kebiasaan ini termasuk bid’ah yang dilakukan orang-orang sufi.

4. Dijadikan kebiasaan, sampai membuat lupa berzikir kepada Allah.
* MUSIK /ALAT MUSIK dari berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan hari ied (hari raya) dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu ‘Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu ‘Anhum Ajma’in.

* SYAIR pada asalnya adalah boleh sebagaimana telah tsabit dalam hadits-hadits shahih. Bahkan, dalam kondisi-kondisi tertentu sangat diperlukan untuk menumbuhkan semangat jihad. Namun jika dilakukan secara berlebihan (sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dan An-Nawawi), maka hal itu adalah tercela.


https://konsultasisyariah.com
https://alsofwah.or.id/
https://muslim.or.id
https://almanhaj.or.id
https://rumaysho.com

Sunday, November 25, 2018

⁉๐Ÿ“™๐Ÿ“˜ Apakah Pembagian Tauhid Adalah Bid’ah ?



Chanel Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1


๐Ÿ“ฌ Kenapa tauhid dibagi menjadi tiga

๐Ÿ”– Para Pembenci dakwah tauhid menebarkan tuduhan bahwa pembagian tauhid menjadi Tauhid Rubbubiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma’ wa sifat adalah bid’ah.  Mereka hanya ingin menjauhkan umat dari dakwah tauhid. mereka tidak sadar atau pura-pura tidak tahu bahwa sesungguhnya merekapun mengakui adanya 3 tauhid ini.

๐Ÿ’ฌ Kita katakan :

1⃣ Apakah anda mengakui bahwa Allahlah satu-satunya yang Menciptakan, yang memberi rizqi, yang mengatur alam ini ? Jika ya, maka anda telah mentauhidkan Rubbubiyah Allah.

2⃣ Apakah anda meyakini bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk diibadahi? jika ya, maka anda telah mengakui Tauhid ulluhiyah, yaitu mentauhidkan Allah dlm ibadah.

3⃣ Apakah anda meyakini bahwa Allah mempunyai Nama dan sifat Yang Maha Sempurna dan Maha Agung ? jika ya, maka anda telah mengakui Tauhid ‘Asma wa  sifat.

⛔ Namun jika anda tidak mengimani satu saja dari ketiga tauhid tsb diatas, maka anda telah rusak tauhidnya, naudzubillah.

๐Ÿ‘‰ maka dari jalan manakah kita menolak ketiga tauhid ini ??

๐Ÿ“ Kita katakan : banyak pembagian istilah dalam Islam oleh para ulama yang tujuannya untuk memperjelas agar umat islam lebih mudah memahami.

๐Ÿ“ Sebagai contoh :

๐Ÿ”ฒ pembagian hukum :
Wajib, sunnah, mubah, makruh, haram
๐Ÿ”ฒ Istilah nama-nama shalat :
shalat tarawaih, tahiyatul masjid, sukrul wudhu’ dsb..
syarat wajib, syarat sah, dan rukun.
๐Ÿ”ฒ Jenis-jenis najis :
mukhafafah, mutawasithah, mugholadhoh.
dsb..

‼ yang lebih aneh bin ajaib, mereka yg menolak pembagian tauhid ini padahal itu diambil dari ayat Al-Qur’an, mereka malah membela pembagian / istilah yang sama sekali tidak dikenal,

♨ seperti sifat 20 dari mana mereka membatasi sifat Allah hanya 20 saja ?!! Contoh lain,
Pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan sayyiah – yang sejatinya, mereka membela pembagian ini hanya untuk melegalkan perbuatan bid’ah mereka, tidak seperti apa yang dimaui oleh ulama yang mengatakan bid’ah hasanah. dengan memanfaatkan istilah bid’ah hasanah, Semua ritual yg mereka ada-adakan mereka masukkan ke dalam bid’ah hasanah.

♨ Contoh yang lain,
membagi ilmu agama ini menjadi : syariat, hakikat dan ma’rifat. atau dibagi menjadi 2 : kulit dan isi. ini semua pembagian batil yang tidak saja tanpa dalil yang shohih tapi juga menyelisihi pemahaman salafussholih.

๐Ÿ“œ Berikut penjelasan lengkap tentang pembagian tauhid :

✅ Tauhid terbagi menjadi 3 ( Tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan Asma’ wa sifat ) berdasarkan istiqra’ ( penelitian menyeluruh ) terhadap dalil-dalil yang ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, sebagaimana ulama nahwu membagi kalimat di dalam bahasa arab menjadi 3 : Isim, fi’il, dan huruf, berdasarkan penelitian menyeluruh terhadap kalimat-kalimat yang ada di dalam bahasa arab.

๐ŸŽ™ Betapa tepatnya perkataan Syaikh Bakr Abu Zaid dalam risalahnya “At-Tahdzir” halaman 30 berkisar pembagian tauhid. Kata beliau :
“Pembagian ini adalah hasil istiqra (telaah) para ulama Salaf terdahulu seperti yang diisyaratakan oleh Ibnu Mandah dan Ibnu Jarir Ath-Thabari serta yang lainnya. Hal ini pun diakui oleh Ibnul Qayim. Begitu pula Syaikh Zabidi dalam “Taaj Al-Aruus” dan Syaikh Syanqithi dalam “Adhwa Al-Bayaan” dan yang lainnya. Semoga Allah merahmati semuanya."
๐Ÿ“š ( Lihat Kitab At-Tahdzir min Mukhtasharat Muhammad Ash-Shabuny fii At-Tafsir karangan Syeikh Bakr Abu Zaid hal: 30, cet. Darur Rayah- Riyadh ) .

⁉ BENARKAH PEMBAGIAN TAUHID INI TIDAK DIKENAL ULAMA SALAF ?

Kami sebutkan disini diantara ulama-ulama yang menyebutkan pembagian ini baik secara jelas maupun dengan isyarat.

๐ŸŽ™ Berkata Syaikh Al-Baijuri dalam “Syarh Jauharah At-Tauhid” halaman 97. Firman Allah ; ‘Alhamdulillahir rabbil ‘alamiin’, mengisyaratkan pada pengakuan ‘Tauhid Rububiyah, yang konsekwensinya adalah pengakuan terhadap Tauhid Uluhiyah. Adapun konsekwensi Tauhid Uluhiyah adalah terlaksananya Ubudiyah. Hal ini menjadi kewajiban pertama bagi seorang hamba untuk mengenal Allah Yang Maha Suci. Kata beliau selanjutnya : “Kebanyakan surat-surat Al-Qur’an dan ayat-ayatnya mengandung macam-macam tauhid ini, bahkan Al-Qur’an dari awal hingga akhir menerangkan dan mengejawantahkan (menjelaskan).

๐ŸŽ™ Kemudian berkata Imam Ibnu Athiyah (wafat ; 546H) dalam kitabnya Al-Muharrar Al-Wajiiz, juz I, hal.75. Firman-Nya :
‘Iyaaka Na’budu’ adalah ucapan seorang yang beriman kepada-Nya yang menunjukkan pengakuan terhadap ke-rububiyah-an Allah, mengingat kebanyakan manusia beribadah kepada selain-Nya yang berupa berhala-berhala dan lain sebagainya”.

1⃣ Imam Abu Ja’far Ath-Thahawy ( wafat th. 321 ) , di dalam muqaddimah kitab beliau Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah . Beliau berkata :

ู†ู‚ูˆู„ ููŠ ุชูˆุญูŠุฏ ุงู„ู„ู‡ ู…ุนุชู‚ุฏูŠู† ุจุชูˆููŠู‚ ุงู„ู„ู‡ ุฅู† ุงู„ู„ู‡ ูˆุงุญุฏ ู„ุง ุดุฑูŠูƒ ู„ู‡ ، ูˆ ู„ุง ุดูŠุก ู…ุซู„ู‡ ، ูˆ ู„ุง ุดูŠุก ูŠุนุฌุฒู‡ ، ูˆ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุบูŠุฑู‡

Artinya: Kami mengatakan di dalam pengesaan kepada Allah dengan meyakini : bahwa Allah satu tidak ada sekutu bagiNya, tidak ada yang serupa denganNya, tidak ada yang melemahkanNya, dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selainNya.
Perkataan beliau ” tidak ada yang serupa denganNya ” : ini termasuk tauhid Asma’ dan Sifat .
Perkataan beliau ” tidak ada yang melemahkanNya ” : ini termasuk tauhid Rububiyyah.
Perkataan beliau ” dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selainNya.” : ini termasuk tauhid Uluhiyyah.

2⃣ Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky ( wafat th. 386 H ) , di dalam muqaddimah kitab beliau Ar-Risalah Al-Fiqhiyyah hal. 75 ( cet. Darul Gharb Al-Islamy ) . Beliau mengatakan :

ู…ู† ุฐู„ูƒ : ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจุงู„ู‚ู„ุจ ูˆ ุงู„ู†ุทู‚ ุจุงู„ู„ุณุงู† ุจุฃู† ุงู„ู„ู‡ ุฅู„ู‡ ูˆุงุญุฏ ู„ุง ุฅู„ู‡ ุบูŠุฑู‡ ، ูˆ ู„ุง ุดุจูŠู‡ ู„ู‡ ูˆ ู„ุง ู†ุธูŠุฑ، … ، ุฎุงู„ู‚ุง ู„ูƒู„ ุดูŠุก ، ุฃู„ุง ู‡ูˆ ุฑุจ ุงู„ุนุจุงุฏ ูˆ ุฑุจ ุฃุนู…ุงู„ู‡ู… ูˆุงู„ู…ู‚ุฏุฑ ู„ุญุฑูƒุงุชู‡ู… ูˆ ุขุฌุงู„ู‡ู… .

"Artinya : Termasuk diantaranya adalah beriman dengan hati dan mengucapkan dengan lisan bahwasanya Allah adalah sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, tidak ada yang serupa denganNya dan tidak ada tandinganNya…Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hambaNya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka .
Perkataan beliau ” sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia ” : ini termasuk tauhid Uluhiyyah .
Perkataan beliau ” tidak ada yang serupa denganNya dan tidak ada tandinganNya ” : ini termasuk tauhid Asma’ wa Sifat.
Perkataan beliau ” Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hambaNya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka ” : ini termasuk tauhid Rubiyyah.

3⃣ Ibnu Baththah Al-‘Akbary ( wafat th. 387 H ), di dalam kitab beliau Al-Ibanah ‘an Syariatil Firqatin Najiyyah wa Mujanabatil Firaq Al-Madzmumah ( 5 / 475 )

ูˆุฐู„ูƒ ุฃู† ุฃุตู„ ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจุงู„ู„ู‡ ุงู„ุฐูŠ ูŠุฌุจ ุนู„ู‰ ุงู„ุฎู„ู‚ ุงุนุชู‚ุงุฏู‡ ููŠ ุฅุซุจุงุช ุงู„ุฅูŠู…ุงู† ุจู‡ ุซู„ุงุซุฉ ุฃุดูŠุงุก : ุฃุญุฏู‡ุง : ุฃู† ูŠุนุชู‚ุฏ ุงู„ุนุจุฏ ุฑุจุงู†ูŠุชู‡ ู„ูŠูƒูˆู† ุจุฐู„ูƒ ู…ุจุงูŠู†ุง ู„ู…ุฐู‡ุจ ุฃู‡ู„ ุงู„ุชุนุทูŠู„ ุงู„ุฐูŠู† ู„ุง ูŠุซุจุชูˆู† ุตุงู†ุนุง . ุงู„ุซุงู†ูŠ : ุฃู† ูŠุนุชู‚ุฏ ูˆุญุฏุงู†ูŠุชู‡ ، ู„ูŠูƒูˆู† ู…ุจุงูŠู†ุง ุจุฐู„ูƒ ู…ุฐุงู‡ุจ ุฃู‡ู„ ุงู„ุดุฑูƒ ุงู„ุฐูŠู† ุฃู‚ุฑูˆุง ุจุงู„ุตุงู†ุน ูˆุฃุดุฑูƒูˆุง ู…ุนู‡ ููŠ ุงู„ุนุจุงุฏุฉ ุบูŠุฑู‡ . ูˆุงู„ุซุงู„ุซ : ุฃู† ูŠุนุชู‚ุฏู‡ ู…ูˆุตูˆูุง ุจุงู„ุตูุงุช ุงู„ุชูŠ ู„ุง ูŠุฌูˆุฒ ุฅู„ุง ุฃู† ูŠูƒูˆู† ู…ูˆุตูˆูุง ุจู‡ุง ู…ู† ุงู„ุนู„ู… ูˆุงู„ู‚ุฏุฑุฉ ูˆุงู„ุญูƒู…ุฉ ูˆุณุงุฆุฑ ู…ุง ูˆุตู ุจู‡ ู†ูุณู‡ ููŠ ูƒุชุงุจู‡

"Artinya : Dan yang demikian itu karena pokok keimanan kepada Allah yang wajib atas para makhluk untuk meyakininya di dalam menetapkan keimanan kepadaNya ada 3 perkara :
Pertama : Hendaklah seorang hamba meyakini rabbaniyyah Allah ( kekuasaan Allah ) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang atheisme yang mereka tidak menetapkan adanya pencipta.
Kedua : Hendaklah meyakini wahdaniyyah Allah ( keesaan Allah dalam peribadatan ) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang musyrik yang mereka mengakui adanya pencipta alam kemudian mereka menyekutukanNya dengan selainNya.
Ketiga : Hendaklah meyakini bahwasanya Dia bersifat dengan sifat-sifat yang memang harus Dia miliki, seperti ilmu, qudrah ( kekuasaan ), hikmah ( kebijaksanaan ) , dan sifat-sifat yang lain yang Dia tetapkan di dalam kitabNya.

4⃣ Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusyi ( wafat th. 520 H ), di dalam muqaddimah kitab beliau Sirajul Muluk ( 1 / 1 ) , beliau berkata :

ูˆุฃุดู‡ุฏ ู„ู‡ ุจุงู„ุฑุจูˆุจูŠุฉ ูˆุงู„ูˆุญุฏุงู†ูŠุฉ. ูˆุจู…ุง ุดู‡ุฏ ุจู‡ ู„ู†ูุณู‡ ู…ู† ุงู„ุฃุณู…ุงุก ุงู„ุญุณู†ู‰. ูˆุงู„ุตูุงุช ุงู„ุนู„ู‰. ูˆุงู„ู†ุนุช ุงู„ุฃูˆูู‰

"Artinya : Dan aku bersaksi atas rububiyyahNya dan uluhiyyahNya, dan atas apa-apa yang Dia bersaksi atasnya untuk dirinya berupa nama-nama yang paling baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna."

5⃣ Al-Qurthuby ( wafat th. 671 H ) , di dalam tafsir beliau (1/ 102) , beliau berkata ketika menafsirkan lafdzul jalalah ( ุงู„ู„ู‡) di dalam Al-Fatihah:

ูุงู„ู„ู‡ ุงุณู… ู„ู„ู…ูˆุฌูˆุฏ ุงู„ุญู‚ ุงู„ุฌุงู…ุน ู„ุตูุงุช ุงู„ุฅู„ู‡ูŠุฉ، ุงู„ู…ู†ุนูˆุช ุจู†ุนูˆุช ุงู„ุฑุจูˆุจูŠุฉ، ุงู„ู…ู†ูุฑุฏ ุจุงู„ูˆุฌูˆุฏ ุงู„ุญู‚ูŠู‚ูŠ، ู„ุง ุฅู„ู‡ ุฅู„ุง ู‡ูˆ ุณุจุญุงู†ู‡.

"Artinya : Maka ( ุงู„ู„ู‡ ) adalah nama untuk sesuatu yang benar-benar ada, yang mengumpulkan sifat-sifat ilahiyyah ( sifat-sifat sesuatu yang berhak disembah ) , yang bersifat dengan sifat-sifat rububiyyah ( sifat-sifat sesuatu yang berkuasa ) , yang sendiri dengan keberadaan yang sebenarnya, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selainNya."

6⃣ Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy ( wafat th. 1393 H ) di dalam Adhwaul Bayan (3 / 111-112), ketika menafsirkan ayat:

)ุฅِู†َّ ู‡َุฐَุง ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ ูŠَู‡ْุฏِูŠ ู„ِู„َّุชِูŠ ู‡ِูŠَ ุฃَู‚ْูˆَู…ُ ูˆَูŠُุจَุดِّุฑُ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠู†َ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَุนْู…َู„ُูˆู†َ ุงู„ุตَّุงู„ِุญَุงุชِ ุฃَู†َّ ู„َู‡ُู…ْ ุฃَุฌْุฑุงً ูƒَุจِูŠุฑุงً) (ุงู„ุงุณุฑุงุก:9)
7⃣ Syeikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, diantaranya dalam kitab beliau Kaifa Nuhaqqiqu At-Tauhid ( hal. 18-28 ) .

8⃣ Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, diantaranya dalam Fatawa Arkanil Islam ( hal. 9-17 )

9⃣ Syeikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr ( pengajar di Masjid Nabawy ), diantaranya dalam muqaddimah ta’liq beliau terhadap kitab Tathhir ul I’tiqad ‘an Adranil Ilhad karangan Ash-Shan’any dan kitab Syarhush Shudur fi Tahrim Raf’il Qubur karangan Asy-Syaukany (hal . 12-20.)

๐Ÿ”Ÿ Syeikh Abdul Aziz Ar-Rasyid, di dalam kitab beliau At-Tanbihat As-Saniyyah ‘ala Al-Aqidah Al-Wasithiyyah (hal. 14) .

1⃣1⃣ Syeikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, di dalam kitab beliau Al-Mukhtashar Al-Mufid fi Bayani Dalaili Aqsamit Tauhid. Kitab ini adalah bantahan atas orang yang mengingkari pembagian tauhid.
Dan lain-lain.

✅ Jadi pembagian tauhid menjadi tiga tersebut adalah pembagian secara ilmu dan merupakan hasil tela’ah seperti yang dikenal dalam kaidah keilmuan. Barangsiapa yang mengingkarinya berarti tidak ber-tafaquh terhadap Kitab Allah, tidak mengetahui kedudukan Allah, mengetahui sebagian dan tidak mengetahui sebagian yang lainnya. Allah pemberi petunjuk ke jalan nan lurus kepada siapa yang Dia kehendaki.

Bersambung, In Syaa Allah


Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. ุขู…ِูŠู†َ

Repost by Manhaj Salaf Akhwat

Beberapa kesyirikan yang dianggap Tradisi



➖➖➖➖➖➖

Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati anda, di tengah-tengah masyarakat kita masih banyak sekali praktek kesyirikan yang merusak bahkan membatalkan tauhid. Perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan oleh sebagian orang dengan dalih bahwa amalan tersebut adalah tradisi dan adat-istiadat peninggalan leluhur. Padahal perbuatan tersebut adalah bentuk kesyirikan yang membahayakan agama mereka. Di antara perbuatan-perbuatan tersebut adalah:

✅1. Tathayyur

Tathayyur adalah beranggapan sial dengan waktu tertentu, tempat tertentu, atau sesuatu yang dilihat, didengar, atau diketahui. (Al-Qaulul Mufid)

Di sebagian daerah, penduduk membangun rumah menghadap arah tertentu. Mereka juga memulai membangun dan menempatinya di hari tertentu, dengan keyakinan akan mendatangkan keberuntungan dan menjauhkan kesialan. Ada pula yang tidak mau berdagang di hari tertentu dan melarang pernikahan di bulan tertentu. Semua ini adalah bentuk tathayyur syirik, harus dijauhi oleh seorang muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik.” (HR. Abu Dawud no. 3910, lihat al-Qaulul Mufid)

✅2. Tamimah

Tamimah adalah sesuatu yang digantungkan pada seorang anak untuk menolak ‘ain atau musibah.

Sering kita melihat benda-benda yang digantungkan di rumah, mobil, toko, atau dipakaikan pada anak dengan niat menolak bala. Semua ini termasuk jenis tamimah yang syirik. Orang yang melakukannya terjatuh dalam kesyirikan. (Lihat al-Qaulul Mufid)

✅3. Tiwalah

Ia adalah sesuatu yang dibuat untuk membuat suami/seorang lelaki mencintai istrinya/seorang wanita atau sebaliknya.

Adapun dublah (cincin yang dipakai oleh seseorang setelah menikah) dengan keyakinan bahwa selama cincin emas tersebut dipakai maka pernikahannya akan tetap langgeng, ini adalah keyakinan yang syirik, karena tidak ada yang bisa membolak-balikkan hati manusia selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Memakai cincin seperti ini minimal tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, haram hukumnya. Bisa juga terjatuh dalam kesyirikan, jika dia berkeyakinan bahwa cincin itu bisa menjadi sebab langgengnya pernikahan. (Lihat al-Qaulul Mufid Syarah Kitabut Tauhid)

✅4. Jampi-jampi/mantra

Yang dimaksud adalah ruqyah (bacaan-bacaan) yang syirik, yang mengandung permintaan bantuan kepada jin.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang tiga hal di atas dalam hadits beliau:

“Sesungguhnya jampi-jampi, tamimah, dan tiwalah adalah syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dishahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani)

Adapun ruqyah yang dibenarkan oleh syariat adalah yang memenuhi tiga syarat berikut: – Bacaan dari Al-Qur’an, As-Sunnah, dan doa-doa yang baik.
– Menggunakan bahasa Arab dan dimengerti maknanya.
– Diyakini hanya semata-mata sebagai sebab, tidak bisa berpengaruh selain dengan kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat Fathul Majid)

✅5. Perdukunan

Ini adalah musibah yang melanda banyak kaum muslimin. Banyak orang menjadi pelanggan dukun dalam keadaan senang ataupun susah, padahal ancaman bagi dukun dan yang mendatanginya sangat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

“Barangsiapa mendatangi dukun dan bertanya sesuatu, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR. Muslim)

Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

“Barangsiapa mendatangi dukun dan bertanya sesuatu kemudian membenarkannya, dia telah mengkufuri apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menegaskan bahwa mendatangi dukun ada beberapa rincian hukum,

✓1. Datang dan bertanya kepadanya, maka tidak diterima shalatnya empat puluh hari.

✓2. Datang, bertanya kepadanya, dan membenarkan ucapannya, maka ia telah ingkar kepada apa yang diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

✓3. Datang untuk membongkar kesesatannya, diperbolehkan. (Lihat al-Qaulul Mufid)

Adapun tentang kafirnya dukun, asy-Syaikh Hafizh bin Ahmad al-Hakami menyebutkan sembilan alasan kafirnya dukun. Di antara yang beliau sebutkan adalah bahwa seorang dukun telah menjadi wali setan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya….” (Al-An’am: 121)

Padahal setan tidak akan menjadikam seorang menjadi wali selain seorang yang kafir. (Lihat Ma’arijul Qabul hlm. 423-424)

✅6. Sembelihan untuk selagn Allah Subhanahu wa Ta’ala

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberitakan bahwa termasuk orang yang dilaknat adalah seorang yang melakukan sembelihan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

“Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah. Allah melaknat orang yang melaknat (mencerca) dua orang tuanya. Allah melaknat orang yang melindungi pelaku pelanggaran syar’i. Dan Allah melaknat orang yang mengubah-ubah batas tanah.” (HR. Muslim)

Di antara sembelihan yang dipersembahkan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berbagai bentuk sembelihan untuk jin.

๐ŸŒธa. Larung (sedekah laut)
Di antara sembelihan syirik adalah sembelihan tahunan yang dipersembahkan untuk selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik untuk laut (sedekah laut), sungai, gunung, maupun yang lainnya.

๐ŸŒธb. Sembelihan untuk pengantin
Di sebagian tempat ada sebuah tradisi penyembelihan ketika ada pernikahan. Kedua mempelai diperintahkan untuk menginjakkan kedua kaki mereka di darah sembelihan tersebut sebelum memasuki rumahnya.

๐ŸŒธc. Sembelihan untuk rumah baru
Di sebagian daerah, ketika telah selesai membangun rumah, mereka menyembelih seekor hewan. Sebagian mereka bahkan menanam kepala hewan tersebut di rumah barunya. Ini juga termasuk sembelihan yang syirik.

๐ŸŒธd. Memenuhi keinginan jin yang masuk pada tubuh seseorang
Ketika ada orang kerasukan jin kemudian diruqyah, jin terkadang minta disembelihkan hewan untuk dirinya. Jika terjadi hal demikian, permintaan jin itu tidak boleh ditunaikan, karena hal tersebut adalah sembelihan untuk jin. (Lihat al-Qaulul Mufid, asy-Syaikh Muhammad al-Wushabi)

✅7. Kesyirikan di kuburan

Di antara perbuatan syirik yang dianggap biasa adalah perbuatan-perbuatan di pekuburan sebagai berikut:

๐ŸŒธa. Berdoa kepada penghuni kubur

๐ŸŒธb. Nadzar untuk penghuni kubur

๐ŸŒธc. Isti’anah, meminta tolong kepada penghuni kubur

๐ŸŒธd. Isti’adzah, meminta perlindungan kepada penghuni kubur

๐ŸŒธe. Istighatsah, meminta dihilangkan bencana kepada penghuni kubur

Ketahuilah, semua hal di atas adalah kemungkaran yang harus diingkari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:

“Barangsiapa melihat kemungkaran hendaknya dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu juga maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim) (Lihat Ma’ariful Qabul, Ighatsatul Lahafan, Tahdzirul Muslimin)

✅8. Mencari berkah dari benda-benda tertentu

Sebagian orang mencari berkah kepada pohon, kuburan, atau benda-benda yang mereka miliki, seperti keris dan cincin.

Faedah:
Tidak boleh bertabarruk (mencari berkah) dari diri sereorang, dengan tubuh atau bagian tubuh seseorang tertentu, selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Seorang muslim tidak boleh mencari berkah dengan diri seseorang yang dianggap shalih, baik ludah, rambut maupun bagian tubuh lainnya.
 Hal ini berdasarkan beberapa alasan.

๐ŸŒนa. Hal tersebut kekhususan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

๐ŸŒนb. Tidak ada seorang pun setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat yang meminta berkah dengan bagian tubuh Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali bin Abi Thalib, dan sahabat lainnya. Seandainya hal tersebut dibolehkan, niscaya akan dilakukan oleh orang-orang di zaman mereka.

๐ŸŒนc. Akan menyebabkan fitnah dan ujub (bangga diri) dari orang yang dimintai berkah. (Lihat Taisir al-‘Azizil Hamid, hlm. 144-145)

✅9. Sihir

Sihir adalah satu amalan kufur yang harus dijauhi oleh seorang muslim. Seseorang yang belajar dan mengajarkan sihir telah terjatuh dalam kekufuran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manuria.” (Al-Baqarah: 102) (Lihat Ma’arijul Qabul hlm. 407-411)

✅10. Sedekah bumi

Sedekah bumi yaitu memberikan sesuguh/sesaji ketika hendak panen padi dan lainnya. Menurut mereka, sesaji itu dipersembahkan untuk Dewi Sri. Ini pun termasuk bentuk kesyirikan.

✅11. Sesajen

Yakni memberikan sesuguh untuk karuhun ketika hendak melaksanakan acara tertentu.

✅12. Memberikan penghormatan dengan membungkuk

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Membungkuk ketika memberikan penghormatan adalah perbuatan yang dilarang. Hal ini sebagaimana dalam riwayat at-Tirmidzi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa mereka bertanya tentang seseorang yang berjumpa dengan temannya lalu membungkuk kepadanya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Tidak boleh.”

Juga karena ruku dan sujud tidak boleh dilakukan selain untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, walaupun hal ini menjadi bentuk penghormatan pada syariat sebelum kita, sebagaimana dalam kisah Yusuf ‘alaihis salam:

“Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Yusuf pun berkata, “Wahai ayahku, inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu.” (Yusuf: 100)

Adapun dalam syariat kita, bersujud tidak diperbolehkan selain untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat Majmu’ al-Fatawa, 1/259)

Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati anda, apa yang kami sampaikan hanyalah sebagian amalan syirik yang ada di tengah-tengah masyarakat kita. Semuanya harus kita jauhi. Kita juga harus memperingatkan umat Islam untuk menjauhi amalan-amalan syirik.

Ketahuilah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati anda, segala adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat harus tunduk kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa: 65)

Janganlah kita seperti orang-orang jahiliyah yang tidak mau beriman kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dengan alasan mengikuti nenek moyang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang keadaan kaum musyrikin:

Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan oleh Allah,” mereka menjawab, “(Tidak), kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui sesuatu pun dan tidak mendapat petunjuk? (al-Baqarah: 170)

Seorang muslim harus mendahulukan syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas segala hal. Dia harus mengutamakan syariat daripada hawa nafsu, adat-istiadat, dan pendapat akalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mencela orang yang lebih mendahulukan hawa nafsunya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutupan atas penglihatannya? Siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (al-Jatsiyah: 23)

Mudah-mudahan tulisan yang ringkas ini bisa menjadi nasihat dan menjadi salah satu sebab musnahnya praktik-praktik kesyirikan yang telah menyebar di negeri kita ini.

[Faidah ini diambil dari tulisan Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak yang berjudul “Penyimpangan Akidah di Sekitar Kita” dalam majalah Asy Syariah no. 67/VI/1432 H/2010, hal. 48-53]

~

Thursday, November 22, 2018

KEMUNGKARAN ACARA MAULID YANG DIINGKARI OLEH KIYAI MUHAMMAD HASYIM ASY'ARI RAHIMAHULLAH (PENDIRI NU)


Oleh : Ust. Firanda Andirja, Lc, MA

Tidak diragukan lagi bahwa melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah perkara yang tidak dikenal oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib tidak pernah merayakannya, bahkan tidak seorang sahabatpun.

Padahal kecintaan mereka kepada Nabi sangatlah besar…mereka rela mengorbankan harta bahkan nyawa mereka demi menunjukkan cinta mereka kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian pula tidak diragukan lagi bahwasanya para imam 4 madzhab (Al-Imam Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi’i, dan Al-Imam Ahmad) juga sama sekali tidak diriwayatkan bahwa mereka pernah sekalipun melakukan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Diantara perkara yang menunjukkan bid’ahnya perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ternyata banyak kemungkaran-kemungkaran yang terjadi dalam perayaan maulid.

Karenanya tatkala ada sebagian ulama yang membolehkan perayaan maulid maka mereka menyebutkan cara perayaan yang benar, dan mereka mengingkari tata cara perayaan yang berisi banyak kemungkaran.

Meskipun Kiyai Muhammad Hasyim al-Asy’ari membolehkan merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi beliau meletakkan aturan-aturan dalam perayan maulid tersebut.

Beliau sungguh terkejut tatkala melihat orang-orang yang merayakan maulid Nabi telah melakukan kemungkaran-kemungkaran dalam perayaan tersebut, sehingga mendorong beliau untuk menulis risalah ini sebagai bentuk bernahi mungkar.

Beliau berkata di awal risalah beliau ini :

“Pada senin malam tanggal 25 Robi’ul awwal 1355 Hijriyah, sungguh aku telah melihat sebagian dari kalangan para penuntut ilmu di sebagian pondok telah melakukan perkumpulan dengan nama “Perayaan Maulid”. Mereka telah menghadirkan alat-alat musik lalu mereka membaca sedikit dari Al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang datang tentang awal sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentang tanda-tanda kebesaran Allah yang terjadi tatkala maulid (kelahiran) Nabi, demikian juga sejarah beliau yang penuh keberkahan setelah itu. Setelah itu merekapun mulai melakukan kemungkaran-kemungkaran seperti saling berkelahi dan saling mendorong yang mereka namakan dengan “Pencak silat” atau “Box”, dan memukul-mukul rebana. Semua itu mereka lakukan dihadapan para wanita ajnabiah (bukan mahram mereka-pen) yang dekat posisinya dengan mereka sambil menonton mereka. Dan juga musik dan sandiwara cara kuno, dan juga permainan yang mirip dengan judi, serta bercampurnya (ikhtilatnya) para lelaki dan wanita. Juga nari-nari dan tenggelam dalam permainan dan tertawa, suara yang keras dan teriakan-teriakan di dalam mesjid dan sekitarnya. Maka akupun melarang mereka dan mengingkari perbuatan kemungkaran-kemungkaran tersebut, lalu mereka pun buyar dan pergi”

Setelah itu Kiyai Muhammad Hasyim berkata :

“Dan tatkala perkaranya sebagaimana yang aku sifatkan dan aku takut perbuatan yang menghinakan ini akan tersebar di banyak tempat, sehingga menjerumuskan orang-orang awam kepada kemaksiatan yang bermacam-macam, dan bisa jadi mengantarkan mereka kepada keluar dari agama Islam, maka aku menulis peringatan-peringatan ini sebagai bentuk nasehat untuk agama dan memberi pengarahan kepada kaum mulsimin. Aku berharap agar Allah menjadikan amalanku ini murni ikhlas untuk wajahNya yang mulia, sesungguhnya Ia adalah pemilik karunia yang besar” (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat  hal 10)

Tata Cara Perayaan Maulid :

Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah menyebutkan tentang tata cara perayaan maulid yang dianjurkan. Beliau berkata ;

“Dari perkataan para ulama… bahwasanya maulid yang dianjurkan oleh para ulama adalah berkumpulnya orang-orang dan membaca sebagian ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat khabar-khabar yang menjelaskan tentang permulaan sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan peristiwa-peristiwa yang terjadi tatkala Nabi dalam kandungan dan kelahirannya, demikian juga setelahnya berupa sejarah/siroh beliau yang penuh keberkahan. Setelah itu diletakkan makanan lalu mereka memakannya lalu buyar. Jika mereka menambahkan dengan memukul rebana sambil memperhatikan kesopanan dan adab maka tidak mengapa” (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 10-11)

Kemungkaran-Kemungkaran dalam Perayaan Maulid yang disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari

Diantara kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah :

1. Bercampurnya (ikhtilath) antara laki-laki dan perempuan

2. Diadakannya “strik” (semacam sandiwara cara kuno, wallahu a’lam, meskipun hingga saat ini penulis masih belum paham betul akan makna strik, jika ada diantara pembaca yang faham tolong memberi infonya kepada penulis)

3.  Alat-alat musik, seperti seruling dan yang lainnya. Hanyalah  yang dibolehkan adalah rebana

4. Mubadzir dalam mengeluarkan harta untuk perkara yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. (Lihat At-Tanbiihaat Al-Waajibaat 38-39)

5. Joget atau tarian-tarian

6. Nyanyian

7. Keasikan bermain sehingga lupa dengan hari kebangkitan. (Lihat At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 21)

8. Jika tidak terjadi ikhtilat dan para wanita berkumpul sendirian maka ada kemungkaran-kemungkaran juga yang mereka lakukan seperti : Mengangkat suara keras-keras dalam mengucapkan selamat dan juga bergoyang-goyang dalam bernasyid, serta membaca al-Qur’an dan dzikir dengan cara membaca yang keluar dari syariat dan cara yang wajar. (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 22)

Demikianlah beberapa kemungkaran yang disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya tersebut. Setelah itu beliau mengingatkan akan beberapa perkara:

Pertama : Merayakan maulid dengan cara melakukan kemungkaran-kemungkaran di atas merupakan bentuk tidak beradab kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan merupakan bentuk perendahan dan menyakiti beliau. Orang-orang yang merayakan melakukan hal ini telah terjerumus dalam dosa yang besar yang dekat dengan kekufuran dan dikhawatirkan mereka terken suul khootimah (kematian yang buruk).

Kalau mereka melakukan kemungkaran tersebut dengan niat merendahkan Nabi dan menghinanya maka tidak diragukan lagi akan kekufurannya. (Lihat At-Tanbiihaat al-Waajibaat hal 44-45)

Kedua :  Karenanya tidak boleh merayakan maulid yang mengantarkan kepada kemaksiatan. Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari berkata :
ูَุงุนْู„َู…ْ ุฃَู†َّ ุนَู…َู„َ ุงู„ْู…َูˆْู„ِุฏِ ุฅِุฐَุง ุฃَุฏَّู‰ ุฅِู„َู‰ ู…َุนْุตِูŠَุฉٍ ุฑَุงุฌِุญَุฉٍ ู…ِุซْู„ِ ุงู„ْู…ُู†ْูƒَุฑَุงุชِ ูˆَุฌَุจَ ุชَุฑْูƒُู‡ُ ูˆَุญَุฑُู…َ ูِุนْู„ُู‡ُ

“Ketahuilah bahwasanya perayaan maulid jika mengantarkan kepada kemaksiatan yang jelas/kuat seperti kemungkaran-kemungkaran maka wajib untuk ditinggalkan dan haram perayaan tersebut” (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 19)

Ketiga : Bahkan tidak boleh membantu terselenggarakannya perayaan maulid yang modelnya seperti ini.

Kiyai Muhammad Hasyi Asy’ari berkata :
ูˆَุฅِู†َّู…َุง ูƒَุงู†َ ุฅِุนْุทَุงุกُ ุงู„ْู…َุงู„ِ ู„ِุฃَุฌْู„ِู‡ِ ุญَุฑَุงู…ًุง ู„ِุฃَู†َّู‡ُ ุฅِุนَุงู†َุฉٌ ุนَู„َู‰ ู…َุนْุตِูŠَุฉٍ، ูˆَู…َู†ْ ุฃَุนَุงู†َ ุนَู„َู‰ ู…َุนْุตِูŠَุฉٍ ูƒَุงู†َ ุดَุฑِูŠْูƒุงً ูِูŠْู‡َุง، ูˆَูƒَุฐَู„ِูƒَ ูŠَุญْุฑُู…ُ ุงู„ุชّูَุฑَุฌُّ ُุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุงู„ْุญُุถُูˆْุฑُ ูِูŠْู‡ِ ู„ِุฃَู†َّ ุงู„ْู‚َุงุนِุฏَุฉَ : ุฃَู†َّ ูƒُู„َّ ู…َุง ูƒَุงู†َ ุญَุฑَุงู…ًุง ูŠَุญْุฑُู…ُ ุงู„ุชَّูَุฑُّุฌُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุงู„ْุญُุถُูˆْุฑُ ูِูŠْู‡ِ

“Mengeluarkan uang untuk perayaan maulid (yang bercampur kemungkaran-kemungkaran) menjadi haram dikarenakan hal ini merupakan bentuk membantu pelaksanaan maksiat. Dan barang siapa yang membantu terselenggaranya kemaksiatan maka ia ikut serta di dalamnya. Demikian juga haram untuk menyaksikan dan hadir dalam acara tersebut, karena kaidah menyatakan : “Setiap yang haram maka haram pula menyaksikan dan hadir di dalamnya” (At-Tanbiihaat Al-Waajibaat hal 39)

Keempat :  Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari juga menyatakan bahwa seseorang yang melakukan perayaan maulid dengan melakukan kemungkaran-kemungkaran maka ia sedang bermuhaajaroh (menampakan terang-terangan) dengan kemaksiatan. (lihat At-Tanbiihaat hal 39-40)

Kelima : Beliau juga menyatakan bahwa orang yang melakukan maulid model demikian telah memiliki sifat orang munafiq. Beliau berkata ;
ูˆَู…ِู†ْู‡َุง ุฃَู†َّู‡ُ ุงุชِّุตَุงูٌ ุจِุตِูَุฉِ ุงู„ู†ِّูَุงู‚ِ ูˆَู‡ِูŠَ ุฅِุธْู‡َุงุฑُ ุฎِู„ุงَูِ ู…َุง ูِูŠ ุงู„ْุจَุงุทِู†ِ ุฅِุฐْ ุธَุงู‡ِุฑُ ุญَุงู„ِู‡ِ ุฃَู†َّู‡ُ ูŠَุนْู…َู„ُ ุงู„ْู…َูˆْู„ِุฏَ ู…َุญَุจَّุฉً ูˆَุชَูƒْุฑِูŠْู…ًุง ู„ِู„ุฑَّุณُูˆْู„ِ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุงู„ุตَّู„ุงَุฉُ ูˆَุงู„ุณَّู„ุงَู…ُ ูˆَุจุงَุทِู†ُู‡ُ ุฃَู†َّู‡ُ ูŠَุฌْู…َุนُ ุจِู‡ِ ุงู„ْู…َู„َุงู‡ِูŠ ูˆَูŠَุฑْุชَูƒِุจُ ุงู„ْู…َุนَุงุตِูŠ

“Diantara kerusakan-kerusakan maulid model ini adalah pelakunya bersifat dengan sifat kemunafikan, yaitu memperlihatkan apa yang berbeda dengan di dalam hati. Karena lahiriahnya ia melaksanakan maulid karena mencintai dan memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tetapi batinnya ia mengumpulkan perkara-perkara yang melalaikan dan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan” (At-Tanbiihaat hal 40)

Keenam : Wajib bagi seorang alim untuk mengingkari para penuntut ilmu yang melakukan kemungkaran-kemungkaran tersebut. Karena jika didiamkan maka orang awam akan menyangka bahwa cara merayakan maulid dengan kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah merupakan bagian dari syari’at. Padahal perkaranya adalah sebaliknya, justru mengantarkan pada penyia-nyiaan syari’at dan meninggalkannya. (lihat At-Tanbiihaat al-Waajibaat hal 40-41).

Penutup :

Para pembaca yang budiman, meskipun penulis memandang akan bid’ahnya maulid akan tetapi taruhlah jika penulis mengalah dan menyatakan bahwa perayaan maulid dianjurkan (sebagaimana pendapat kiyai pendiri NU) maka marilah kita melihat kenyataan yang ada…sungguh terlalu banyak perayaan maulid di negeri kita yang bercampur di dalamnya kemungkaran-kemungkaran yang telah diperingatkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari, seperti musik-musikan, nyanyian, ikhtilat lelaki dan wanita, mubadzir dalam makanan dan hias-hiasan. Lagu kasidahan yang disenandungkan oleh suaru biduan wanita disertai musik diputar bahkan di dalam mesjid??!!. Jika Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari mengingkari wanita mengangkat suaranya dalam rangka untuk mengucapkan selamat…bahkan dalam hal membaca al-Quran dengan cara yang tidak wajar, maka bagaimana lagi jika suara merdu biduan wanita lagi nyanyi kasidahan??!!

Belum lagi kemungkaran-kemungkaran yang lebih besar yang tidak disebutkan oleh Kiyai Muhammad Hasyim Asy’ari seperti :

◘ Banyak pelaku maksiat (baik yang tidak pernah sholat, koruptor, bahkan pemabuk dan pezina, para artis tukang umbar aurat) begitu antusias untuk ikut andil dalam melaksanakan perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka menyangka bahwa perayaan inilah sarana yang benar untuk menyalurkan dan mengungkapkan kecintaaan mereka terhadap Nabi. Akan tetapi jika mereka diajak untuk melaksanakan sunnah Nabi yang sesungguhnya maka mereka akan lari sejauh-jauhnya. Ini merupakan salah satu dampak negatif dari perayaan maulid Nabi, karena sebagian orang menjadi tidak semangat bahkan menjauh dari sunnah yang sesungguhnya karena bersandar kepada perayaan-perayaan seperti ini yang dianggap sunnah.

◘ Sebagian mereka meyakini bahwa ruh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut hadir dalam acara maulid mereka

◘ Sebagian mereka mensenandungkan bait-bait sya’ir puji-pujian terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah sebagian dari sya’ir-sya’ir tersebut ada yang mengandung makna berlebih-lebihan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana qosidah Burdah karya Al-Bushiri. Diantaranya perkataan Al-Bushiri:

"Sesungguhnya diantara kedermawananmu adalah dunia dan akhirat dan diantara ilmumu adalah ilmu lauhil mahfuz dan yang telah dicatat oleh pena (yang mencatat di lauhil mahfuz apa yang akan terjadi hingga hari kiamat)"

Hal ini jelas merupakan kesyirikan dan menyamakan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Allah. Karena hanya Allahlah yang mengetahui ilmu lauhil mahfuz, pengucap syair ini telah mengangkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga pada derajat ketuhanan dan ini merupakan kekufuran yang nyata (lihat kembali “Berlebih-lebihan Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Hingga Mengangkat Beliau pada Derajat Ketuhanan“)

Baca juga : Muhammad Abduh Tausikal

Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 04-05-1434 H / 16 Maret 2013 M
Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com

Kerasnya Hati

๐Ÿ’– Kerasnya Hati...

✍Allah berfirman,

ุฃَูَู…َู†ْ ุดَุฑَุญَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุตَุฏْุฑَู‡ُ ู„ِู„ْุฅِุณْู„َุงู…ِ ูَู‡ُูˆَ ุนَู„َู‰ٰ ู†ُูˆุฑٍ ู…ِู†ْ ุฑَุจِّู‡ِ ۚ ูَูˆَูŠْู„ٌ ู„ِู„ْู‚َุงุณِูŠَุฉِ ู‚ُู„ُูˆุจُู‡ُู…ْ ู…ِู†ْ ุฐِูƒْุฑِ ุงู„ู„َّู‡ِ ۚ ุฃُูˆู„َٰุฆِูƒَ ูِูŠ ุถَู„َุงู„ٍ ู…ُุจِูŠู†ٍ
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)?
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allรขh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." [az-Zumar: 22]

Syaikh as-Sa’di menerangkan, “Maksudnya, hati mereka tidak menjadi lunak dengan membaca Kitab-Nya, tidak mau mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya, dan tidak merasa tenang dengan berzikir kepada-Nya. Akan tetapi hati mereka itu berpaling dari Rabbnya dan condong kepada selain-Nya…” (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 722).

Ciri orang yang berhati keras itu adalah tidak lagi merespon larangan dan peringatan, tidak mau memahami apa maksud Allah dan rasul-Nya karena saking kerasnya hatinya. Sehingga tatkala setan melontarkan bisikan-bisikannya dengan serta-merta hal itu dijadikan oleh mereka sebagai argumen untuk mempertahankan kebatilan mereka, mereka pun menggunakannya sebagai senjata untuk berdebat dan membangkang kepada Allah dan rasul-Nya." (Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 542)

Imam Ibnul Qayyim ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡ berkata, “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.” (al-Fawa’id, hal. 95).

Imam Ibnu Baz rahimahullah berkata:

ุงู„ุฐู†ูˆุจ ูˆุงู„ู…ุนุงุตูŠ ูˆูƒุซุฑุฉ ุงู„ุบูู„ุฉ ูˆุตุญุจุฉ ุงู„ุบุงูู„ูŠู† ูˆุงู„ูุณุงู‚، ูƒู„ ู‡ุฐู‡ ุงู„ุฎู„ุงู„ ู…ู† ุฃุณุจุงุจ ู‚ุณูˆุฉ ุงู„ู‚ู„ูˆุจ

ู…ุฌู…ูˆุน ุงู„ูุชุงูˆู‰ 5/244

"Perbuatan dosa, maksiat, banyak lalai (dari ketaatan-red), berteman dengan orang-orang yang lalai dan fasik, semua jenis kejelekan tersebut merupakan penyebab kerasnya hati." (Majmu al-Fatawa 5/244)

Semoga bermanfaat.

๐ŸƒAbu Yusuf Masruhin Sahal, Lc

       ✏๐Ÿ“š✒.๐Ÿ’ž...

HATI-HATI UJIAN HARTA



Semua sudah mengenal apa itu harta. Tidak ada seorang pun yang belum mengerti tentang hal ini. Kemasyhurannya telah menenggelamkan seluruh penjuru dunia. Kedudukan harta sangatlah tinggi dihati manusia, menjadi sesuatu yang sangat dicintai dan berharga bagi mereka. Allah Ta’ala berfirman,

ุฅِู†َّ ุงู„ْุฅِู†ْุณَุงู†َ ู„ِุฑَุจِّู‡ِ ู„َูƒَู†ُูˆุฏٌ (ูฆ) ูˆَุฅِู†َّู‡ُ ุนَู„َู‰ ุฐَู„ِูƒَ ู„َุดَู‡ِูŠุฏٌ (ูง) ูˆَุฅِู†َّู‡ُ ู„ِุญُุจِّ ุงู„ْุฎَูŠْุฑِ ู„َุดَุฏِูŠุฏٌ (ูจ)

“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya anusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya Dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.”

(Qs. Al-Aadiyat: 6-8)

Harta adalah satu tuntutan kebutuhan pokok manusia untuk hidup di setiap tempat dan zaman, kecuali di akhir zaman, dimana harta berlimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya karena tidak dapat memanfaatkannya. Waktu itu orang sangat semangat untuk sholat dan ibadah yang tentunya lebih baik dari dunia dan seisinya, karena mereka mengetahui dekatnya hari kiamat setelah turunnya nabi Isa.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ูˆَ ุงู„َّุฐِูŠْ ู†َูْุณِูŠْ ุจِูŠَุฏِู‡ِ ู„َูŠُูˆْุดِูƒَู†َّ ุฃَู†ْ ูŠَู†ْุฒِู„َ ูِูŠْูƒُู…ُ ุงุจْู†ُ ู…َุฑْูŠَู…َ ุญَูƒَู…ًุง ู…ُู‚ْุณِุทًุง ูˆَ ุฅِู…َุงู…ًุง ุนَุฏْู„ุงً ูَูŠُูƒْุณِุฑُ ุงู„ุตَّู„ِูŠْุจَ ูˆَ ูŠَู‚ْุชُู„ُ ุงู„ْุฎِู†ْุฒِูŠْุฑَ ูˆَ ูŠَุถَุนُ ุงู„ْุฌِุฒْูŠَุฉَ ูˆَ ูŠَูِูŠْุถُ ุงู„ْู…َุงู„ُ ุญَุชَّู‰ ู„ุงَ ูŠَู‚ْุจَู„َู‡ُ ุฃَุญَุฏٌ ูˆَ ุญَุชَّู‰ ุชَูƒُูˆْู†َ ุงู„ุณَّุฌْุฏَุฉُ ุงู„ْูˆَุงุญِุฏَุฉُ ุฎَูŠْุฑًุง ู…ِู†َ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูˆَ ู…َุง ูِูŠْู‡َุง

“Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, telah dekan turunnya Ibnu Maryam pada kalian sebagai pemutus hukum dan imam yang adil, lalu ia menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus upeti dan harta melimpah ruah sehingga tidak ada seorang pun yang menerimanya, hingga satu kali sujud lebih baik dari dunia dan seisinya.”

(HR Ahmad, dan At-Tirmidzi dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jaami’ no.7077)

Akan terjadi juga sebelumnya satu masa yang berlimpah rezeki hingga khalifah tidak menghitung hartanya dengan bilangan namun menyerahkannya dengan cidukan kedua telapak tangannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ูŠَูƒُูˆู†ُ ูِู‰ ุขุฎِุฑِ ุฃُู…َّุชِู‰ ุฎَู„ِูŠูَุฉٌ ูŠَุญْุซِู‰ ุงู„ْู…َุงู„َ ุญَุซْูŠًุง ู„ุงَ ูŠَุนُุฏُّู‡ُ ุนَุฏَุฏًุง

“Akan datang diakhir umatku seorang khalifah yang menciduk harta dengan cidukan tidak menghitungnya dengan bilangan.”

(HR Muslim no.7499)

Semua orang telah mengetahui kegunaan harta di dunia, karenanya mereka berlomba-lomba mencarinya hingga melupakan mereka atau mereka lalai dari memperhatikan perkara-perkara penting yang berhubungan dengan harta. Perkara yang berhubungan dengan perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya, hingga akhirnya mereka tidak lagi memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram.

Hal ini telah dijelaskan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau:

ูŠَุฃْุชِูŠ ุนَู„َู‰ ุงู„ู†َّุงุณِ ุฒَู…َุงู†ٌ ู„ุงَ ูŠُุจَุงู„ِูŠ ุงู„ْู…َุฑْุกُ ู…َุง ุฃَุฎَุฐَ ู…ِู†ْู‡ُ؛ ุฃَู…ِู†َ ุงู„ุญَู„ุงَู„ِ ุฃَู…ْ ู…ِู†َ ุงู„ุญَุฑَุงู…ِ؟!

"Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi perduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram?!" [1]

Demikianlah realita yang terjadi dimasyarakat kita.

Lalu bagaimana sikap islam terhadap harta ini?

Ternyata permasalahan rezeki dan harta telah mendapatkan perhatian besar dalam al-Qur`an. Bayangkan kata rezeki dengan kata turunannya diulang sebanyak 123 kali dan kata harta (al-Maal) dengan kata turunannya diulang sebanyak 86 kali. Padahal Allah tidak mengulang-ulang satu kata kecuali demikian besar urgensinya untuk sang makhluk. Sehingga sudah selayaknya kaum muslimin mengenal dan mengerti bagaimana konsep islam terhadap harta dan sikap yang tepat menjadikan harta sebagai nikmat yang membawa kepada kebahagian dunia dan akherat.

Minimal mengetahui harta adalah fitnah yang Allah ujikan kepada makhluk-Nya agar mereka dapat bersyukur dan tegak pada mereka hujjah dan penjelasan yang terang. Semua itu agar orang hidup dengan harta di atas ilmu dan dapat bersabar bila tidak memiliki harta ini.

Allah menciptakan manusia dan memberinya kesukaan kepada syahwat harta, sebagaimana firman-Nya:

ุฒُูŠِّู†َ ู„ِู„ู†َّุงุณِ ุญُุจُّ ุงู„ุดَّู‡َูˆَุงุชِ ู…ِู†َ ุงู„ู†ِّุณَุงุกِ ูˆَุงู„ْุจَู†ِูŠู†َ ูˆَุงู„ْู‚َู†َุงุทِูŠุฑِ ุงู„ْู…ُู‚َู†ْุทَุฑَุฉِ ู…ِู†َ ุงู„ุฐَّู‡َุจِ ูˆَุงู„ْูِุถَّุฉِ ูˆَุงู„ْุฎَูŠْู„ِ ุงู„ْู…ُุณَูˆَّู…َุฉِ ูˆَุงู„ْุฃَู†ْุนَุงู…ِ ูˆَุงู„ْุญَุฑْุซِ ุฐَู„ِูƒَ ู…َุชَุงุนُ ุงู„ْุญَูŠَุงุฉِ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูˆَุงู„ู„َّู‡ُ ุนِู†ْุฏَู‡ُ ุญُุณْู†ُ ุงู„ْู…َุขَุจِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).”

(Qs. Ali Imraan: 14)

Sehingga Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan besarnya kecintaan manusia kepada harta dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ู„َูˆْ ูƒَุงู†َ ู„ุงِุจْู†ِ ุขุฏَู…َ ูˆَุงุฏِูŠَุงู†ِ ู…ِู†ْ ู…َุงู„ٍ ؛ ู„ุงَุจْุชَุบَู‰ ุซَุงู„ِุซุงً , ูˆَู„ุงَ ูŠَู…َู„ุฃُ ุฌَูˆْูَ ุงุจْู†ِ ุขุฏَู…َ ุฅِู„ุงَّ ุงู„ุชُّุฑَุงุจُ , ูˆَูŠَุชُูˆْุจُ ุงู„ู„ู‡ ุนَู„َู‰ ู…َู†ْ ุชَุงุจَ

"Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta; pasti ia menginginkan yang ketiga, sedangkan perut anak Adam tidaklah dipenuhi kecuali dengan tanah, dan Allah memberi taubat-Nya kepada yang bertaubat." [2]


Fitnah (Cobaan) Harta..

Tidak pungkiri lagi harta adalah fitnah (cobaan) yang Allah berikan kepada hamba-Nya sebagaimana firman Allah:

ูˆَุงุนْู„َู…ُูˆุง ุฃَู†َّู…َุง ุฃَู…ْูˆَุงู„ُูƒُู…ْ ูˆَุฃَูˆْู„َุงุฏُูƒُู…ْ ูِุชْู†َุฉٌ ูˆَุฃَู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนِู†ْุฏَู‡ُ ุฃَุฌْุฑٌ ุนَุธِูŠู…ٌ

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”

(Qs. Al-Anfaal: 28)

Bahkan menjadi fitnah besar bagi umat islam yang merusak dan meluluh lantakkan semua persendian mereka, sehingga mereka terkapar seperti orang sakit dan menjadi hinaan umat lain. Akal dan hati mereka terkendalikan oleh harta sehingga lambat lain lemahlah kondisi mereka.

Tentang bahaya fitnah harta ini terhadap umat islam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jelaskan dalam sabdanya:

ุฅِู†َّ ู„ِูƒُู„ِّ ุฃُู…َّุฉٍ ูِุชْู†َุฉً ูˆَูِุชْู†َุฉُ ุฃُู…َّุชِูŠ ุงู„ْู…َุงู„ُ

“Sesungguhnya setiap umat mendapatkan fitnah dan fitnah umat ini adalah harta.” [3]

Demikianlah fitnah harta ini telah melanda umat islam diseluruh penjuru dunia dan menyeret mereka kepada bencana yang demikian hebatnya. Hal ini terjadi setelah kaum muslimin mendapatkan kemenangan dan penaklukan negara-negara besar seperti Rumawi dan Parsia. Tidak mampu selamat dan menjauhkan diri dari fitnah ini kecuali yang Allah berikan kemampuan untuk memahami nash-nash al-Qur`an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah memperingatkan harta dengan benar dan tepat. Hal ini membuatnya mampu melihat sebab-sebabnya dan berusaha menghindarinya.

Fitnah ini telah menghancurkan kaum muslimin sebelum musuh-musuhnya mencaplok wilayah dan negara islam.

Semua ini telah di jelaskan dengan sangat gamblang dalam hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

Memang demikianlah kemenangan dan harta benar-benar fitnah yang dapat menyeret kepada kenacuran dan kelemahan kecuali bila ditempatkan harta-harta tersebut pada tempatnya.

Lihatlah bagaimana harta yang menyebabkan seorang menjadi cinta dunia dan takut mati akan melemahkan barisan kaum muslimin sehingga jumlah yang besar tidak memiliki kekuatan lagi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“ูŠُูˆْุดَูƒُ ุฃَู†ْ ุชَุฏَุงุนَู‰ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ุงู„ุฃู…َู…ُ ูƒَู…َุง ุชَุฏَุงุนَู‰ ุงู„ุฃูƒَู„َุฉ ุฅِู„َู‰ ู‚َุตْุนَุชِู‡َุง” ูَู‚َุงู„َ ู‚َุงุฆِู„ٌ: ุฃَูˆَู…ِู†ْ ู‚ِู„ّุฉٍ ู†َุญْู†ُ ูŠَูˆْู…َุฆِุฐٍ؟ ู‚َุงู„َ: “ุจَู„ْ ุฃَู†ْุชُู…ْ ูŠَูˆْู…َุฆِุฐٍ ูƒَุซِูŠْุฑٌ، ูˆَู„َูƒِู†َّูƒُู…ْ ุบُุซَุงุกٌ ูƒَุบُุซَุงุกِ ุงู„ุณَّูŠْู„ِ، ูˆَู„َูŠَู†ْุฒَุนَู†َّ ุงู„ู„ّู‡ ู…ِู†ْ ุตُุฏُูˆْุฑِ ุนَุฏُูˆِّูƒُู…ْ ุงู„ْู…َู‡َุงุจَุฉَ ู…ِู†ْูƒُู…ْ، ูˆَู„َูŠُู‚ْุฐِูَู†َّ ุงู„ู„ّู‡ ูِูŠ ู‚ُู„ُูˆْุจِูƒُู…ُ ุงู„ْูˆَู‡ْู†َ” ูَู‚َุงู„َ ู‚َุงุฆِู„ٌ: ูŠَุงุฑَุณُูˆْู„َ ุงู„ู„ّู‡، ูˆَู…َุง ุงู„ْูˆَู‡ْู†ُ؟ ู‚َุงู„َ: “ุญُุจُّ ุงู„ุฏُّู†ูŠَุง ูˆَูƒَุฑَุงู‡ِูŠَّุฉُ ุงู„ْู…َูˆْุชِ”.‏

Dari Tsauban beliau berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: ”Nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol) menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi bejana makanannya” Lalu bertanya seseorang, "Apakah kami pada saat itu sedikit?” Beliau menjawab, ”Tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati kalian wahn (kelemahan),”

Lalu bertanya lagi, "Wahai Rasulullah apa wahn (kelemahan) itu?”, Kata beliau, ”Cinta dunia dan takut mati.” [4]

Sebagaimana yang dikatakan Kaab bin Maalik radhiallahu ‘anhu:

ู‚َุงู„َ: ูَุจَูŠْู†َุง ุฃَู†َุง ุฃَู…ْุดِูŠ ุจِุณُูˆْู‚ِ ุงู„ู…ْุฏِูŠْู†َุฉِ، ุฅِุฐْุง ู†َุจَุทِูŠٌ [5] ู…ِู†ْ ุฃِู†ْุจَุงุทِ ุฃَู‡ْู„ِ ุงู„ุดَّุงู…ِ، ู…ِู…َู†ْ ู‚َุฏِู…َ  ุจِุงู„ุทَّุนَุงู…ِ ูŠَุจِูŠْุนَู‡ُ ุจِุงู„ْู…َุฏِูŠْู†َุฉِ، ูŠَู‚ُูˆْู„ُ: ู…َู†ْ ูŠَุฏُู„ُّ ุนَู„َู‰ ูƒَุนْุจِ ุจْู†ِ ู…َุงู„ِูƒٍ، ูَุทَูِู‚َ ุงู„ู†َّุงุณُ ูŠُุดِูŠْุฑُูˆْู†َ ู„َู‡ُ، ุญَุชَู‰ ุฅِุฐَุง ุฌَุงุกَู†ِูŠ ุฏَูَุนَ ุฅِู„َูŠَّ ูƒِุชَุงุจَุง ู…ِู†ْ ู…َู„ِูƒِ ุบَุณَุงู†َ، ูَุฅِุฐَุง ูِูŠْู‡ِ: ุฃَู…َّุง ุจَุนْุฏُ، ูَุฅِู†َّู‡ُ ู‚َุฏْ ุจَู„َุบَู†ِูŠ ุฃَู†ّ َุตَุงุญِุจَูƒَ ู‚َุฏْ ุฌَูَุงูƒَ، ูˆَู„َู…ْ ูŠَุฌْุนَู„ْูƒَ ุงู„ู„ู‡ ุจِุฏَุงุฑِ ู‡َูˆَุงู†ٍ ูˆَู„ุง ู…ُุถِูŠْุนَุฉٍ، ูَุงู„ْุญَู‚ْ ุจِู†َุง ู†ُูˆَุงุณِูƒَ

Ketika aku berjalan-jalan di pasar Madinah, seketika itu ada seorang petani dari petani-petani penduduk Syam yang datang membawa makanan untuk dijual di pasar Madinah berkata, ”Siapa yang dapat menunjukkan Kaab bin Malik?” Lalu orang-orang langsung menunjukannya sampai dia menemuiku dan menyerahkan kepadaku surat dari raja Ghossaan‏, dan aku seorang yang dapat menulis, lalu aku membacanya, dan isinya: "Amma ba’du, Sesungguhnya telah sampai kepadaku berita bahwa pemimpinmu telah berpaling meninggalkanmu dan sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan bagimu tempat yang hina dan kesia-siaan, maka bergabunglah kepada kami, kami akan menyenangkanmu.”

Para musuh islam selalu mengintai kapan penyakit cinta harta menyebar dan merebak dikalangan kaum muslimin.

Ketika fitnah harta ini menyerang kaum muslimin dan terus mendesak setelah penaklukan negeri-negeri yang merupakan kemenangan din islam. Dengannya Allah mengangkat menara syariat dan meninggikan tiang aqidahnya ditambah dengan adanya harta yang berlimpah yang pernah dimiliki negara-negara besar waktu itu. Maka tidak sedikit dari tokoh sahabat dan tabi’in serta para ulama yang shalih yang tidak berhenti mengingatkan dan memperingatkan kaum muslimin dari bahaya yang akan menimpa mereka. Mereka menjelaskan jalan yang lurus yang wajib dijalani dengan kesabaran dan mengingatkan mereka dengan kehidupan Rasuullah dan orang yang beriman bersama beliau dan setelah beliau, dalam rangka mengingatkan umat ini dari harta dan fitnahnya.

Orang pertama yang mengingatkan hal ini tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ุฅِุฐَุง ูُุชِุญَุชْ ุนَู„َูŠْูƒُู…ْ ูَุงุฑِุณُ ูˆَุงู„ุฑُّูˆู…ُ ุฃَูŠُّ ู‚َูˆْู…ٍ ุฃَู†ْุชُู…ْ ู‚َุงู„َ ุนَุจْุฏُ ุงู„ุฑَّุญْู…َู†ِ ุจْู†ُ ุนَูˆْูٍ ู†َู‚ُูˆู„ُ ูƒَู…َุง ุฃَู…َุฑَู†َุง ุงู„ู„َّู‡ُ ู‚َุงู„َ ุฃَูˆْ ุบَูŠْุฑَ ุฐَู„ِูƒَ ุชَุชَู†َุงูَุณُูˆู†َ ุซُู…َّ ุชَุชَุญَุงุณَุฏُูˆู†َ ุซُู…َّ ุชَุชَุฏَุงุจَุฑُูˆู†َ ุซُู…َّ ุชَุชَุจَุงุบَุถُูˆู†َ ุฃَูˆْ ู†َุญْูˆَ ุฐَู„ِูƒَ ุซُู…َّ ุชَู†ْุทَู„ِู‚ُูˆู†َ ูِูŠ ู…َุณَุงูƒِูŠู†ِ ุงู„ْู…ُู‡َุงุฌِุฑِูŠู†َ ูَุชَุฌْุนَู„ُูˆู†َ ุจَุนْุถَู‡ُู…ْ ุนَู„َู‰ ุฑِู‚َุงุจِ ุจَุนْุถٍ

Jika telah ditaklukan untuk kalian negara parsi dan rumawi, kaum apakah kalian? Berkata Abdurrahman bin Auf, ”Kami melakukan apa yang Allah perintahkan." [6]

Beliau berkata, ”Tidak seperti itu, kalian akan berlomba-lomba kemudian saling berhasad, kemudian saling membenci lalu saling bermusuhan, kemudian kalian berangkat ke tempat-tempat tinggal kaum muhajirin dan kalian menjadikan sebagian mereka membunuh sebagian yang lain.” [7]

Oleh karena itu ketika ditaklukkan gudang harta kisra (raja Parsi) Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu menangis dan berkata:

ุฅِู†َّ ู‡َุฐَุง ู„َู…ْ ูŠَูْุชَุญْ ุนَู„َู‰ ู‚َูˆْู…ٍ ู‚َุทْ ุฅِู„ุง ุฌَุนَู„َ ุงู„ู„ู‡ ِุจَุฃْุณَู‡ُู…ْ ุจَูŠْู†َู‡ُู…ْ

“Sesungguhnya ini tidak dibukakan bagi satu kaum kecuali Allah menjadikan diantara mereka peperangan.”

Dengan demikian harta menjadi salah satu syahwat terbesar yang Allah berikan kepada kita.


Harta Antara Nikmat dan Bencana..

Memang harta adalah salah satu syahwat terbesar yang dimiliki manusia, namun juga menjadi salah satu sebab mendekatkan diri kepada Allah.

Harta menjadi tiang kehidupan seseorang. Ketika ia berusaha mendapatkan harta yang halal untuk membeli rumah, menikah dan memiliki anak yang solih serta berbahagia dengan keluarga dan hartanya, maka hal ini adalah amalan yang disyariatkan.

Mukmin yang kuat lebih baik dari yang lemah, seperti sabda Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam:

ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ُ ุงู„ْู‚َูˆِูŠُّ ุฎَูŠْุฑٌ ูˆَุฃَุญَุจُّ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู„َّู‡ِ ู…ِู†ْ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِ ุงู„ุถَّุนِูŠูِ ู€ ู„ูƒู† ุงู„ู†ุจูŠ ุนู„ูŠู‡ ุงู„ุตู„ุงุฉ ูˆุงู„ุณู„ุงู… ุฑููŠู‚ ู‚ุงู„ :  ูˆَูِูŠ ูƒُู„ٍّ ุฎَูŠْุฑٌ . (ุฑูˆุงู‡  ู…ุณู„ู… ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ)

Dengan demikian ada anjuran menjadi hartawan apabila cara mendapatkannya sesuai dengan ajaran islam, sebab harta adalah kekuatan dalam pengertian kesempatan yang diberikan kepada hartawan dalam amal shalih tidak terbatas dan terhitung. Dengan hartanya ia bisa menikahkan para pemuda, mengobati orang sakit, menyantuni para janda dan memberi makan anak yatim dan orang miskin dan lain-lainnya.

Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan mukmin yang kaya dekat dari derajat alim yang beramal dengan ilmunya, dalam sabda beliau:

ู„ุง ุญَุณَุฏَ ุฅِู„ุงّ ููŠ ุงุซْู†َุชَูŠْู†ِ : ุฑَุฌู„ٌ ุขุชَุงู‡ُ ุงู„ู„ู‡ ู…َุงู„ุงً ูَู‡ُูˆَ ูŠُู†ْูِู‚ُ ู…ู†ู‡ُ ุขู†َุงุกَ ุงู„ู„ّูŠْู„ِ ูˆ ุขู†َุงุกَ ุงู„ู†ّู‡َุงุฑِ ، ูˆَุฑَุฌُู„ٌ ุขุชَุงู‡ُ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ู‚ُุฑْุขู†َ ูَู‡ُูˆَ ูŠَู‚ُูˆู…ُ ุจِู‡ِ ุขู†َุงุกَ ุงู„ู„ّูŠْู„ِ ูˆَ ุขู†َุงุกَ ุงู„ู†ّู‡َุงุฑ . ู…ุชูู‚ ุนู„ูŠู‡

“Demikianlah harta dapat menjadi sebab seornag masuk syurga, namun juga bisa membuat seorang terbang terjerumus ke dalam neraka jahannam.”

Ternyata harta itu bisa menjadi nikmat bila dikeluarkan dan digunakan untuk ketaatan kepada Allah dan akan menjadi bencana bila digunakan untuk keburukan. Hal ini tergantung kepada dari mana mendapatkannya dan bagaimana mengeluarkannya.

Oleh karena itu, manusia akan ditanya dihari kiamat tentang hartanya dimana ia mendapatkannya dan kemana ia infakkan.

_____
Footnote:

[1] HR. al-Bukhari no.2059
[2] HR. al-Bukhari no.6436, Muslim no.1049
[3] HR. at-Timidzi dalam sunannya kitab Az-Zuhd.
[4] Shahih lighairihi (shohih lantaran ada yang lain yang menguatkannya) dikeluarkan oleh Abu Daud no.4297 dari jalan periwayatan ibnu Jabir, ia berkata telah menceritakan kepadaku Abu Abdussalam darinya (Tsauban) secara marfu’
[5] Yaitu petani, dinamakan demikian karena dia mengambil manfaat air.
[6] Kami memuji, mensyukuri dan memohon tamahan keutamaanNya (Annawawiy 18/96).
[7] HR. Muslim no.2962


***

✍ Penulis:
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc

https://muslim.or.id/2326-benarkah-harta-itu-sebagai-cobaan.html