Berdoalah kepada Allah, meminta segala sesuatu, dari perkara besar sampai perkara kecil-kecil. Allah Ta’ala berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60).
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman:
يا عبادي ! كلكم جائعٌ إلا من أطعمتُه . فاستطعموني أُطعمكم . يا عبادي ! كلكم عارٍ إلا من كسوتُه . فاستكسوني أكْسُكُم
“Wahai hamba-Ku, kalian semua kelaparan, kecuali orang yang aku berikan makan. Maka mintalah makan kepadaku, niscaya aku akan berikan. Wahai hamba-Ku, kalian semua tidak berpakaian, kecuali yang aku berikan pakaian, Maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya akan aku berikan” (HR. Muslim no. 2577).
Perhatikan, urusan makan dan pakaian, Allah perintahkan kita untuk meminta kepada-Nya. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا تَمَنَّى أَحَدُكُم فَلْيُكثِر ، فَإِنَّمَا يَسأَلُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
“Barangsiapa yang mengangankan sesuatu (kepada Allah), maka perbanyaklah angan-angan tersebut. Karena ia sedang meminta kepada Allah Azza wa Jalla” (HR. Ibnu Hibban no. 889, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ no. 437).
Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha juga mengatakan:
سَلُوا اللَّهَ كُلَّ شَيءٍ حَتَّى الشِّسعَ
“Mintalah kepada Allah bahkan meminta tali sendal sekalipun” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/42, Al Albani berkata: “mauquf jayyid” dalam Silsilah Adh Dha’ifah no. 1363).
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan:
وكان بعض السلف يسأل الله في صلاته كل حوائجه حتى ملح عجينه وعلف شاته
“Dahulu para salaf meminta kepada Allah dalam shalatnya, semua kebutuhannya sampai-sampai garam untuk adonannya dan tali kekang untuk kambingnya” (Jami’ Al Ulum wal Hikam, 1/225).
Maka perbanyaklah doa kepada Allah, bahkan perkara yang kecil-kecil karena semakin menunjukkan kefaqiran kita di hadapan Allah Ta’ala.
pembaca akan dimanjakan baik dari mata hingga ke pikiran. siapkan diri anda untuk membaca dengan menghemat pikiran dan membuat mata anda sangat rilex dengan semua yang telah disediakan penulis
Friday, December 7, 2018
Ilmu Nujum (Ilmu Perbintangan)
بسم الله الرحمن الرحيم
📚 Ilmu Nujum (Ilmu Perbintangan)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
🏷 Yang dimaksud dengan ilmu nujum adalah keyakinan bahwasanya bintang-bintang memiliki pengaruh terhadap kejadian yang terjadi di alam, atau mengambil petunjuk dari keadaan di langit untuk menentukan kejadian di bumi, seperti kapan terjadinya musim hujan, waktu bertiupnya angin, panas, dingin, atau tentang kapan terjadinya kebahagiaan atau kecelakaan dan sebagainya yang semuanya itu ditentukan oleh keadaan bintang-bintang.
Ilmu Nujum terbagi dua ;
1⃣. Ilmu Tasyiir (التشعيير) ; yaitu menjadikan bintang sebagai petunjuk untuk mengetahui arah safar /perjalanan di daratan dan di lautan, atau untuk mengetahui arah kiblat, waktu-waktu shalat, waktu tergelincirnya matahari dan sebagainya.
Hal ini dibolehkan, bahkan tergolong salah satu nikmat diantara nikmat-nikmat Allah yang wajib disyukuri. Allah Ta’ala berfirman :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ
"Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagi kalian, agar kamu menjadikannya 'petunjuk' dalam kegelapan di darat dan di laut."
(Surat Al-An'am, Ayat 97)
"Yakni untuk mengetahui arah jalan kalian dan bukan untuk mengambil petunjuk tentang ilmu ghaib."
👤 Al Imam Al-Bukhari berkata bahwasanya Qotadah berkata :
"Allah menciptakan bintang-bintang untuk tiga hikmah : sebagai perhiasan langit, pelempar syaitan dan tanda yang dijadikan sebagai petunjuk arah. Barangsiapa yang menafsirkan selain itu, maka dia salah.."
Adapun sebagai perhiasan langit disebutkan dalam surah Al-Mulk ayat 5 dan Ash-Shaffat ayat 6 :
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
"Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang."
(Surat Al-Mulk, Ayat 5)
Sebagai pelempar syaitan disebutkan dalam surah Al-Mulk ayat 5 dan Al-Jin ayat 9-10 :
وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ
".. dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat-alat pelempar setan,. "
(Surat Al-Mulk, Ayat 5)
Sedang sebagai petunjuk arah jalan disebutkan dalam surah An-Nahl ayat 15-16 ;
(وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٥) وَعَلَامَاتٍ ۚ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ (١٦)
"Dan Dia menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk."
[Surat An-Nahl 15 - 16]
2⃣. Ilmu Ta'tsiir (التأثير), yaitu meyakini atau mengakui bahwa bintang-bintang menentukan perkara yang akan terjadi di alam ; bahkan menentukan perkara yang akan terjadi di alam dengan melihat keadaan bintang-bintang.
Hal ini diharamkan bahkan termasuk kekufuran dan kesyirikan karena tergolong mengaku mengetahui perkara-perkara ghaib, dan tergolong sihir. Nabi ﷺ bersabda :
مَنِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ، زَادَ مَا زَادَ
"Barangsiapa yang mengambil satu cabang dari ilmu nujum, maka dia telah mengambil sebagian dari sihir, semakin bertambah (keburukannya) sejalan dengan bertambahnya apa yang dia ambil." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
👤 *Syaikh Abdurrahman bin Hasan رحمه الله berkata di dalam Fathul Majid :
"Jika dikatakan bahwa ahli nujum kadang-kadang benar, maka kita katakan, kebenarannya sama dengan kebenaran dukun, kadang benar dalam satu ucapan tapi dia dusta dalam seratus ucapan, dan kebenarannya bukan atas dasar ilmu, akan tetapi 'kebetulan' sesuai dengan ketentuan/takdir Allah, yang akhirnya menjadi fitnah bagi orang-orang yang mempercayainya."
Wallahu ta'ala a'lam
📌 Maroji' :
1. Al-Irsyad Ila Shahiihul I'tiqod, karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
2. Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh
👤 Al Ustadz Abu Usamah Yusuf حفظه الله تعالى
📚 Ilmu Nujum (Ilmu Perbintangan)
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰
🏷 Yang dimaksud dengan ilmu nujum adalah keyakinan bahwasanya bintang-bintang memiliki pengaruh terhadap kejadian yang terjadi di alam, atau mengambil petunjuk dari keadaan di langit untuk menentukan kejadian di bumi, seperti kapan terjadinya musim hujan, waktu bertiupnya angin, panas, dingin, atau tentang kapan terjadinya kebahagiaan atau kecelakaan dan sebagainya yang semuanya itu ditentukan oleh keadaan bintang-bintang.
Ilmu Nujum terbagi dua ;
1⃣. Ilmu Tasyiir (التشعيير) ; yaitu menjadikan bintang sebagai petunjuk untuk mengetahui arah safar /perjalanan di daratan dan di lautan, atau untuk mengetahui arah kiblat, waktu-waktu shalat, waktu tergelincirnya matahari dan sebagainya.
Hal ini dibolehkan, bahkan tergolong salah satu nikmat diantara nikmat-nikmat Allah yang wajib disyukuri. Allah Ta’ala berfirman :
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ النُّجُومَ لِتَهْتَدُوا بِهَا فِي ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۗ
"Dan Dia-lah yang menjadikan bintang-bintang bagi kalian, agar kamu menjadikannya 'petunjuk' dalam kegelapan di darat dan di laut."
(Surat Al-An'am, Ayat 97)
"Yakni untuk mengetahui arah jalan kalian dan bukan untuk mengambil petunjuk tentang ilmu ghaib."
👤 Al Imam Al-Bukhari berkata bahwasanya Qotadah berkata :
"Allah menciptakan bintang-bintang untuk tiga hikmah : sebagai perhiasan langit, pelempar syaitan dan tanda yang dijadikan sebagai petunjuk arah. Barangsiapa yang menafsirkan selain itu, maka dia salah.."
Adapun sebagai perhiasan langit disebutkan dalam surah Al-Mulk ayat 5 dan Ash-Shaffat ayat 6 :
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ
"Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang."
(Surat Al-Mulk, Ayat 5)
Sebagai pelempar syaitan disebutkan dalam surah Al-Mulk ayat 5 dan Al-Jin ayat 9-10 :
وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ ۖ
".. dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat-alat pelempar setan,. "
(Surat Al-Mulk, Ayat 5)
Sedang sebagai petunjuk arah jalan disebutkan dalam surah An-Nahl ayat 15-16 ;
(وَأَلْقَىٰ فِي الْأَرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِكُمْ وَأَنْهَارًا وَسُبُلًا لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٥) وَعَلَامَاتٍ ۚ وَبِالنَّجْمِ هُمْ يَهْتَدُونَ (١٦)
"Dan Dia menancapkan gunung di bumi agar bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan (Dia menciptakan) tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang mereka mendapat petunjuk."
[Surat An-Nahl 15 - 16]
2⃣. Ilmu Ta'tsiir (التأثير), yaitu meyakini atau mengakui bahwa bintang-bintang menentukan perkara yang akan terjadi di alam ; bahkan menentukan perkara yang akan terjadi di alam dengan melihat keadaan bintang-bintang.
Hal ini diharamkan bahkan termasuk kekufuran dan kesyirikan karena tergolong mengaku mengetahui perkara-perkara ghaib, dan tergolong sihir. Nabi ﷺ bersabda :
مَنِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ النُّجُوْمِ فَقَدِ اقْتَبَسَ شُعْبَةً مِنَ السِّحْرِ، زَادَ مَا زَادَ
"Barangsiapa yang mengambil satu cabang dari ilmu nujum, maka dia telah mengambil sebagian dari sihir, semakin bertambah (keburukannya) sejalan dengan bertambahnya apa yang dia ambil." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
👤 *Syaikh Abdurrahman bin Hasan رحمه الله berkata di dalam Fathul Majid :
"Jika dikatakan bahwa ahli nujum kadang-kadang benar, maka kita katakan, kebenarannya sama dengan kebenaran dukun, kadang benar dalam satu ucapan tapi dia dusta dalam seratus ucapan, dan kebenarannya bukan atas dasar ilmu, akan tetapi 'kebetulan' sesuai dengan ketentuan/takdir Allah, yang akhirnya menjadi fitnah bagi orang-orang yang mempercayainya."
Wallahu ta'ala a'lam
📌 Maroji' :
1. Al-Irsyad Ila Shahiihul I'tiqod, karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
2. Fathul Majid Syarah Kitabut Tauhid, karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh
👤 Al Ustadz Abu Usamah Yusuf حفظه الله تعالى
Tuesday, December 4, 2018
Ilmu Sulit Diamalkan Mudah di cari.
Bismillah,
*🌴🐪 Zaman dahulu, orang sulit mencari ilmu tapi mudah mengamalkannya. Zaman sekarang, orang mudah mencari ilmu tapi sulit mengamalkannya. 💻*
*🌴🐪 Zaman dahulu, orang sulit mencari ilmu tapi mudah mengamalkannya. Zaman sekarang, orang mudah mencari ilmu tapi sulit mengamalkannya. 💻*
*🏇� Dahulu, ilmu dikejar, ditulis, dihafal, diamalkan dan diajarkan. Sekarang, ilmu diunduh, disimpan dan dikoleksi, lalu diperdebatkan. 📲*
*📚 Dahulu, butuh peras keringat dan banting tulang untuk mendapatkan ilmu. Sekarang, cukup peras kuota internet sambil duduk manis ditemani secangkir minuman dan snack. ☕🍿*
*💝 Dahulu, ilmu disimpan di dalam hati, selama hati masih normal, ilmu tetap terjaga. Sekarang, ilmu disimpan di dalam memori gadget, kalau baterai habis, ilmu tertinggal. Kalau gadget rusak, hilanglah ilmu.📱*
*🕌 Dahulu, harus duduk berjam-jam di hadapan guru penuh rasa hormat dan sopan, maka ilmu merasuk bersama keberkahan. Sekarang, cukup tekan tombol atau layar sambil tidur-tiduran, maka ilmu merasuk bersama kemalasan. 🛋⛱*
*😷 Kita telah sampai di zaman dimana bicara tanpa perlu suara, melihat tanpa perlu tatap muka dan memanggil tanpa perlu teriak. 🗣❌*
*Hingga Bicara hanya perlu ketik saja. 🔠 Melihat hanya perlu klik saja. 🆗 Dan memanggil hanya perlu ping saja. ✅*
*🌐 Social Media telah menjadi budaya, Al-Qur’an pun semakin terlupa. 📖*
*👀 Dari yang hanya melihat-lihat, sampai mereka yang beradu pendapat. Dari tingkah yang dibuat-buat, sampai yang terang-terangan maksiat. 🚻*
*✍ Hingga tak sadar jemari ini berkhianat, menulis sesuatu yg tak bermanfaat.📄*
*👁 Hingga tak sadar mata ini berkhianat, melihat apa yang seharusnya tak boleh dilihat. 📽🎞*
*👥 Wahai diri ingatlah!!!*
*👁 Matamu akan menjadi saksi atas apa yang kau lihat. 🖥*
*Jemarimu akan menjadi saksi atas apa yang telah engkau tulis 🖊*
*🌅 Suatu hari nanti apapun yang kau lakukan dengan anggota badanmu akan bersaksi dihadapan Penciptanya.*
*😔 Maka dapatkah engkau membantahnya?*
*Maka, jangan sampai mereka menjadi musuhmu dihari perhitungan nanti. ⚔*
*Menjadi saksi keburukanmu di Sosial Media, saksi atas apa yang kau lihat, 😳 saksi atas apa yang kau tulis. 📝 saksi atas segala apa yang kita lakukan di Sosial Media. 📵*
✔ *Gunakan HPmu sebagai ladang amal. ☪*
✔ *Ladang dimana engkau bisa menanam kebaikan dan menuai hasilnya di akhirat. ✨*
✔ *Semoga bermanfaat*
Wednesday, November 28, 2018
Jika Engkau Bermaksiat Maka Jangan Pernah Menunda Taubat Karena Allah
🍃 Jika Engkau Bermaksiat Maka Jangan Pernah Menunda Taubat Karena Allah
Taushiyah Mufidah:
▪🗓 Rabu
| 20 Rabi'ul Awal 1440 H
| 28 November 2018 M
| Oleh: Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A , حفظه الله تعالى
Jika engkau bermaksiat maka jangan pernah menunda taubat kepada Allah, karena :
1) Menunda taubat adalah dosa tersendiri. Allah telah memerintahkan untuk segera bertaubat
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَبِّكُمْ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.
2) Dikawatirkan maut menjemputmu sebelum engkau sempat bertaubat. Karena terlalu sering kematian datang tanpa pemberitahuan dan tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.
3) Jika engkau menunda taubat maka titik hitam semakin mengotori hatimu, sehingga semakin sulit kau kembali kepadaNya, dan semakin sulit untuk khusyuk dalam beribadah.
4) Jika engkau menunda taubat maka dikawatirkan Allah akan membongkar aibmu… Maka berdoalah agar Allah menutup aib dan maksiatmu.
5) Jika engkau menunda taubat maka kemaksiatan yg kau lakukan biasanya akan menjerumuskan engkau kepada maksiat-maksiat yang lainnya.
Sumber : https://firanda.com/1087-jika-engkau-bermaksiat-maka-jangan-pernah-menunda-taubat-kepada-allah.html
Dibagikan ulang oleh:
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
~~~~~~
Fanspage : Wag Dirosah Islamiyah
Bit.ly/fanspageWAGdirosahislamiyah
IG : WAG_DirosahIslamiyah
Bit.ly/instagramWAGdirosahislamiyah
Telegram : WAG_DirosahIslamiyah
Bit.ly/telegramWAGdirosahislamiyah
youtube : WAG Dirosah Islamiyah
Taushiyah Mufidah:
▪🗓 Rabu
| 20 Rabi'ul Awal 1440 H
| 28 November 2018 M
| Oleh: Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A , حفظه الله تعالى
Jika engkau bermaksiat maka jangan pernah menunda taubat kepada Allah, karena :
1) Menunda taubat adalah dosa tersendiri. Allah telah memerintahkan untuk segera bertaubat
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَبِّكُمْ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu.
2) Dikawatirkan maut menjemputmu sebelum engkau sempat bertaubat. Karena terlalu sering kematian datang tanpa pemberitahuan dan tanpa ada tanda-tanda sebelumnya.
3) Jika engkau menunda taubat maka titik hitam semakin mengotori hatimu, sehingga semakin sulit kau kembali kepadaNya, dan semakin sulit untuk khusyuk dalam beribadah.
4) Jika engkau menunda taubat maka dikawatirkan Allah akan membongkar aibmu… Maka berdoalah agar Allah menutup aib dan maksiatmu.
5) Jika engkau menunda taubat maka kemaksiatan yg kau lakukan biasanya akan menjerumuskan engkau kepada maksiat-maksiat yang lainnya.
Sumber : https://firanda.com/1087-jika-engkau-bermaksiat-maka-jangan-pernah-menunda-taubat-kepada-allah.html
Dibagikan ulang oleh:
🌐 WAG Dirosah Islamiyah
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
~~~~~~
Fanspage : Wag Dirosah Islamiyah
Bit.ly/fanspageWAGdirosahislamiyah
IG : WAG_DirosahIslamiyah
Bit.ly/instagramWAGdirosahislamiyah
Telegram : WAG_DirosahIslamiyah
Bit.ly/telegramWAGdirosahislamiyah
youtube : WAG Dirosah Islamiyah
Tuesday, November 27, 2018
DO'A UNTUK ORANG YANG HENDAK BEPERGIAN
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. as-Sholatu was Salamu ‘ala Khatamin Nabiyyin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumid diin. Amma ba’du.
Perjalanan jauh atau safar merupakan peristiwa yang sering dialami manusia. Dari daerah yang satu menuju daerah yang lainnya. Dari suatu negara ke negara yang lainnya. Di dalamnya mereka kerapkali menemui berbagai hal yang tidak biasa mereka temui dan hal-hal tidak menyenangkan hati, ditinjau dari sisi agama maupun dari sisi keduniaan. Perkara-perkara itulah yang terkadang menjadi sebab perubahan yang ada dalam dirinya. Bisa jadi bertambah baik, namun bisa juga justru bertambah jelek. Oleh karena itu agama Islam yang sempurna dan elok ini telah menuntunkan kepada umatnya melalui lisan dan teladan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai bekal apakah yang semestinya dipersiapkan oleh seorang mukmin sebelum keberangkatannya dan apa yang diucapkan di saat-saat menjelang perpisahan itu. Berikut ini salah satu Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kita menjumpai keadaan semacam itu.
Perpisahan dalam Naungan as-Sunnah
Imam Abu Dawud rahimahullah membuat sebuah bab di dalam Sunannya dalam Kitab al-Jihad dengan judul Bab Fid Du’a ‘indal Wada’ (Doa ketika berpisah, yaitu sebelum melakukan perjalanan/safar). Kemudian beliau membawakan hadits Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma:
عَنْ قَزَعَةَ قَالَ قَالَ لِى ابْنُ عُمَرَ هَلُمَّ أُوَدِّعْكَ كَمَا وَدَّعَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ
Dari Qoza’ah, dia berkata: Ibnu Umar –radhiyallahu’anhuma- berkata kepadaku, “Kemarilah, akan kulepas kepergianmu sebagaimana ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas kepergianku (yaitu dengan doa), ‘Astaudi’ullaha diinaka wa amaanataka wa khawaatima ‘amalik‘ (Aku titipkan kepada Allah pemeliharaan agamamu, amanatmu, dan akhir penutup amalmu).” (HR. Abu Dawud, Syaikh al-Albani berkata: Hadits ini sahih dengan banyak jalannya, sebagiannya disahihkan oleh at-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan adz-Dzahabi. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud [7/353] software Maktabah asy-Syamilah)
Bacaan Doa Ketika Memberangkatkan Pasukan
Tuntunan doa seperti ini tidak khusus untuk perorangan, bahkan berlaku pula untuk rombongan. Termasuk di dalamnya rombongan pasukan perang. Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ الْخَطْمِىِّ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَرَادَ أَنْ يَسْتَوْدِعَ الْجَيْشَ قَالَ أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكُمْ .
Dari Abdullah al-Khathmi –radhiyallahu’anhu-, dia berkata: “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak melepas keberangkatan pasukan beliau maka beliau membaca doa, ‘Astaudi’ullaha diinakum wa amaanatakum wa khawaatima a’maalikum‘ (Aku titipkan kepada Allah pemeliharaan agama kalian, amanat yang kalian emban, dan akhir penutup amal kalian).” (HR. Abu Dawud. Syaikh al-Albani mengatakan: Sanadnya sahih sesuai dengan kriteria Muslim. Lihat Shahih Sunan Abu Dawud [7/354] software Maktabah asy-Syamilah)
Abu at-Thayyib rahimahullah menerangkan makna ‘pasukan’ dalam hadits ini,
أي العسكر المتوجه إلى العدو
“Artinya adalah pasukan tentara yang akan diberangkatkan untuk menyerang musuh.” (Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abu Dawud [7/187] software Maktabah asy-Syamilah)
Bekali Dirimu dengan Takwa
Perjalanan tentunya membutuhkan perbekalan. Dan sebaik-baik bekal adalah ketakwaan. Karena dengan ketakwaan itulah seorang hamba akan mendapatkan jalan keluar bagi permasalahan yang dihadapinya, dimudahkan urusannya, dan bahkan dia akan bisa mendapatkan rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka. Allah ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (Qs. al-Baqarah: 197)
Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِب
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah berikan baginya jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari arah yang tidak dia sangka-sangka.” (Qs. at-Thalaq: 2-3)
Allah ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah jadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Qs. at-Thalaq: 4)
Imam at-Tirmidzi rahimahullah meriwayatkan,
عن أنس قال : جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه و سلم فقال يا رسول الله إني أريد سفرا فزودني قال زودك الله التقوى قال زدني قال وغفر ذنبك قال زدني بأبي أنت وأمي قال ويسر لك الخير حيثما كنت
Dari Anas –radhiyallahu’anhu-, dia berkata: Ada seorang lelaki yang datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, saya hendak bepergian/safar maka berilah saya bekal.” Maka beliau menjawab, “Zawwadakallahut taqwa (semoga Allah membekalimu takwa).” Lalu dia berkata, “Tambahkan lagi -bekal- untukku.” Beliau menjawab, “Wa ghafara dzanbaka (semoga Allah mengampuni dosamu).” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi -bekal- untukku, ayah dan ibuku sebagai tebusan bagimu.” Beliau menjawab, “Wa yassara lakal khaira haitsuma kunta (semoga Allah mudahkan kebaikan untukmu di mana pun kamu berada).” (HR. at-Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan gharib. Syaikh al-Albani mengatakan: hasan sahih. Lihat Shahih Sunan at-Tirmidzi [3/155] software Maktabah asy-Syamilah)
Imam Ibnu as-Suni rahimahullah meriwayatkan hadits ini dengan redaksi doa yang sedikit berbeda,
عن أنس ، رضي الله عنه أن رجلا أتى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال : يا رسول الله ، إني أريد سفرا، فزودني. قال : زودك الله التقوى . قال : زدني. قال : وغفر لك ذنبك . قال : زدني. قال : ووجهك للخير حيثما توجهت
Dari Anas radhiyallahu’anhu bahwa ada seorang lelaki yang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan, “Wahai Rasulullah, saya hendak bepergian. Berilah saya bekal.” Maka beliau menjawab, “Semoga Allah membekalimu dengan takwa.” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi -bekal- untukku.” Beliau menjawab, “Dan semoga Allah mengampuni dosa-dosamu.” Dia berkata lagi, “Tambahkan lagi -bekal- untukku.” Beliau menjawab, “Semoga Allah mengarahkanmu kepada kebaikan ke arah mana pun kamu menempuh perjalanan.” (HR. Ibnu as-Suni dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah [2/461], lihat juga Mir’at al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih karya Syaikh Abul Hasan Hisamuddin ar-Rehmani al-Mubarakfuri rahimahullah [8/189] software Maktabah asy-Syamilah)
at-Thibi rahimahullah menerangkan makna doa ‘zawwadakallahut taqwa‘,
زادك أن تتقي محارمه وتجتنب معاصيه
“Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan yang akan membuatmu menjaga diri dari perkara-perkara yang diharamkan-Nya dan menjauhi perbuatan maksiat kepada-Nya.” (Dinukil dari Mir’at al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih [8/190] software Maktabah asy-Syamilah)
Allah Tak Akan Menyia-nyiakan ‘Barang Titipan’
Imam Ibnu Majah rahimahullah meriwayatkan,
عن أبي هريرة قال ودعني رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال أستودعك الله الذي لا تضيع ودائعه
Dari Abu Hurairah –radhiyallahu’anhu-, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melepas kepergianku dengan mengucapkan, ‘Astaudi’ukallahalladzi laa tadhii’u wadaa-i’uhu‘ (Kutitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan pernah tersia-siakan apa yang dititipkan kepada-Nya).” (HR. Ibnu Majah. Disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [16 dan 2547] dan Takhrij al-Kalim at-Thayyib [167], lihat Shahih Ibnu Majah [2/133] software Maktabah asy-Syamilah)
al-Munawi rahimahullah menjelaskan makna bacaan ini,
أي الذي إذا استحفظ وديعة لا تضيع فإنه تعالى إذا استودع شيئا حفظه
“Artinya: -Allah adalah- sosok yang apabila diserahkan kepadanya suatu barang titipan maka barang itu tidak akan tersia-siakan, karena Allah ta’ala apabila dititipi sesuatu maka Allah pasti akan menjaganya…” (Faidh al-Qadir [1/641] software Maktabah asy-Syamilah)
Beliau juga menerangkan,
ويندب لكل من المتوادعين أن يقول للآخر ذلك وأن يزيد المقيم زودك الله التقوى وغفر ذنبك ووجهك للخير حيثما كنت
“Dianjurkan bagi masing-masing orang di antara kedua belah pihak yang berpisah untuk mengucapkan bacaan itu kepada saudaranya yang lain dan hendaknya orang yang mukim menambahkan bacaan ‘zawwadakallahut taqwa wa ghafara dzanbaka wa wajjahaka lil khairi haitsuma kunta‘.” (Faidh al-Qadir [1/641] software Maktabah asy-Syamilah)
Jagalah -aturan- Allah, Allah ‘kan menjagamu!
Ketika menerangkan kandungan hadits ‘ihfazhillaha yahfazhka‘ (jagalah Allah niscaya Allah menjagamu), al-Hafizh lbnu Rajab al-Hanbali rahimahullah menerangkan,
فإن الله عز و جل يحفظ المؤمن الحافظ لحدود دينه ويحول بينه وبين ما يفسد عليه دينه بأنواع من الحفظ وقد لا يشعر العبد ببعضها وقد يكون كارها له كما قال في حق يوسف عليه السلام كذلك لنصرف عنه السوء والفحشاء إنه من عبادنا المخلصين يوسف قال ابن عباس في قوله تعالى إن الله يحول بين المرء وقلبه قال يحول بين المؤمن وبين المعصية التي تجره إلى النار
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla akan menjaga seorang mukmin yang berusaha untuk senantiasa menjaga batasan/aturan agama Allah dan Allah akan menghalangi dirinya dari perkara-perkara yang akan merusak agamanya dengan berbagai macam bentuk penjagaan, yang terkadang hamba tersebut tidak menyadari sebagiannya. Bahkan bisa jadi dia merasa tidak suka atas perkara itu (bentuk penjagaan Allah, pent). Hal ini sebagaimana yang Allah ceritakan mengenai keadaan -Nabi- Yusuf ‘alaihis salam (dalam ayat yang artinya), ‘Demikianlah Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia termasuk kalangan hamba Kami yang ikhlas.’ (Qs. Yusuf). Ibnu Abbas –radhiyallahu’anhuma- mengatakan ketika menafsirkan kandungan firman Allah ta’ala (yang artinya), ‘Sesungguhnya Allah akan menghalangi antara seseorang dengan hatinya’ maksudnya adalah: Allah akan menghalangi antara diri seorang mukmin dengan kemaksiatan yang akan menyeretnya ke dalam neraka…” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal 243)
Ibnu Rajab menukilkan sebuah atsar dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata:
إن العبد ليهم بالأمر من التجارة والإمارة حتى ييسر له فينظر الله إليه فيقول للملائكة اصرفوه عنه فإنه إن يسرته له أدخلته النار فيصرفه الله عنه فيظل يتطير بقوله سبني فلان وأهانني فلان وما هو إلا فضل الله عز جل
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang bertekad untuk meraih ambisinya dalam hal perdagangan (baca: urusan bisnis) dan urusan kepemimpinan sehingga diapun dimudahkan ke arah itu. Kemudian Allah memperhatikan dirinya, lalu Allah katakan kepada para malaikat, ‘Palingkanlah hal itu darinya. Sebab jika hal itu Aku mudahkan untuknya niscaya hal itu justru akan menjerumuskan dirinya ke dalam neraka’. Maka Allah pun memalingkan urusan itu darinya sampai-sampai dia merasa dirinya selalu bernasib sial seraya mengatakan, ‘Si fulan mengolok-olokku’, ‘Si fulan menghinakanku’. Padahal sebenarnya apa yang dialaminya itu tidak lain adalah karunia yang diberikan Allah ‘azza wa jalla -kepadanya-…” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, hal 243)
Pelajaran yang Bisa Dipetik
Keterangan-keterangan di atas memberikan banyak pelajaran bagi kita, antara lain:
Semestinya orang yang hendak bepergian mempersiapkan bekal (uang atau makanan, dsb), dan bekal yang terbaik adalah ketakwaan.
Perintah untuk senantiasa mengingat Allah dalam berbagai keadaan, sebab barangsiapa yang mengingat Allah maka Allah akan mengingatnya.
Hendaknya seorang mukmin menyukai kebaikan bagi saudaranya sebagaimana yang dia sukai untuk dirinya sendiri, dan salah satu wujudnya adalah dengan mendoakan kebaikan untuknya.
Disyari’atkan untuk membaca doa ‘astaudi’ullaha diinaka wa amaanatak wa khawaatima ‘amalik‘, atau ‘astaudi’ukallahalladzi laa tadhii’u wadaa-i’uh‘ ketika akan berpisah. Bagi orang yang mengantarkan bisa juga dengan doa ‘zawwadakallahut taqwa, wa ghafara dzanbaka, wa yassarallahu lakal khaira haitsuma kunta‘ dan yang serupa dengannya sebagaimana disebutkan dalam riwayat.
Sebab penjagaan Allah kepada diri seorang hamba adalah keteguhan dirinya dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan di mana pun dia berada. Perkara yang wajib jelas harus lebih diprioritaskan, dan lebih bagus lagi jika ditambah dengan amalan sunnah sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi.
Bentuk penjagaan yang Allah berikan kepada seorang hamba tidak selamanya terasa menyenangkan bagi jiwa/perasaan manusia. Bisa jadi secara lahir seseorang tertimpa musibah atau perkara lain yang tidak disukainya -dalam urusan keduniaan- namun sebenarnya hal itu adalah bentuk penjagaan Allah kepada dirinya, Maha suci Allah dari perlakuan aniaya kepada hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Sehingga pemberian suatu nikmat dunia kepada seseorang tidak secara otomatis menunjukkan bahwa Allah meridhai hal itu bagi kita. Karena bisa jadi nikmat yang Allah beri merupakan bentuk hukuman yang ditunda, sedangkan nikmat yang dicabut dengan adanya musibah merupakan sarana penghapusan dosa baginya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang lain (bagian akhir dari faedah ini kami peroleh dari kitab al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid).
Penjagaan yang Allah berikan kepada hamba tergantung pada tingkat kesungguhannya dalam menjalankan petunjuk-Nya. Hal itu sebagaimana ayat (yang artinya), “Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami niscaya akan Kami tunjukkan kepada-Nya jalan-jalan (menuju keridhaan) Kami.” (Qs. al-Ankabut: 69). Dan juga ayat (yang artinya), “Orang-orang yang berjalan di atas petunjuk niscaya akan Allah tambahkan hidayah kepada mereka dan Allah akan berikan kepada mereka ketakwaan mereka.” (Qs. Muhammad: 17)
Hal ini -pelajaran no-7- sekaligus menunjukkan kepada kita kebenaran ucapan para ulama kita, ‘min tsawabil hasanati al-hasanatu ba’daha‘ (salah satu balasan kebaikan adalah munculnya kebaikan sesudahnya). Dalil ucapan ini adalah firman Allah (yang artinya), “Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (Qs. at-Taghabun: 11) (faedah ini kami peroleh dari kitab al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid)
Hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah ajaran yang sempurna dan mencakup berbagai sisi kehidupan manusia. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dalam agama (baca: bid’ah).
Hadits-hadits di atas juga menunjukkan bahwa hadits Nabi -yang sah- tidak akan pernah bertentangan dengan ayat-al-Qur’an. Dan menunjukkan bahwa apa yang beliau ajarkan adalah berlandaskan wahyu dari Allah ta’ala, bukan hasil rekayasa budaya manusia. Hal ini sekaligus menjadi bantahan bagi kaum liberal dan pluralis yang menyatakan bahwa al-Qur’an -begitu pula as-Sunnah, sebagai konsekuensi logis atasnya- yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya adalah muntaj tsaqafi (produk budaya) dan bukan wahyu ilahi. Maha Suci Allah dari kotornya ucapan mereka… Tidakkah mereka membaca firman Allah yang sedemikian gamblang dan terang (yang artinya), “Tidaklah dia -Muhammad- berbicara dari hawa nafsunya. Hanya saja yang dia ucapkan itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Qs. an-Najm: 3-4)? Ataukah barangkali mata hati mereka telah membuta… Na’dzubillahi min dzalik! Maka ambillah pelajaran wahai Ulil Abshar (orang-orang yang memiliki mata hati)…
Demikianlah paparan singkat dan sangat sederhana ini. Nasehat dan teguran sangat kami harapkan demi kebaikan kita semua. Semoga kita termasuk orang yang menghidupkan Sunnah ketika banyak orang telah melupakan dan melalaikannya. Semoga Allah memberikan keteguhan kepada kita untuk bersabar di atas ketakwaan kepada-Nya hingga ajal tiba, wallahul muwaffiq. Kami juga memohon ampun kepada Allah ta’ala atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Yogyakarta, Senin 16 Syawwal 1430 H
Hamba yang sangat membutuhkan ampunan Rabbnya
Hamba yang sangat membutuhkan ampunan Rabbnya
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Baca selengkapnya https://muslim.or.id/1569-bekal-safar-kutitipkan-mereka-kepada-mu-ya-allah.html
Music Haram Apanya. Beenarkah alat musig HARAM atau Iramanya atau Penyanyinya
Terdapat dalil al Quran ,hadist, dan atsar tentang keharaman
musik. antara lain :
1. Nyanyian dikatakan sebagai “lahwal hadits” (perkataan
yang tidak berguna)
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
“perkataan yang tidak berguna” untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah
tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat
Kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum
mendengarnya, seakan-akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar
gembiralah padanya dengan azab yang pedih.” (QS. Luqman: 6-7)
berkata Ibnu Mas’ud : Yang di maksud dengan “lahwal hadits”
dalam ayat tersebut adalah ” “Yang dimaksud adalah nyanyian, demi Dzat yang
tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia.” Beliau
menyebutkan makna tersebut sebanyak tiga kali ( Lihat Jami’ul Bayan fii Ta’wilil
Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, 20/127,)
Penafsiran senada disampaikan oleh Mujahid, Sa’id bin
Jubair, ‘Ikrimah, dan Qotadah. Dari Ibnu Abi Najih, Mujahid berkata bahwa yang
dimaksud lahwu hadits adalah bedug (genderang).
Asy Syaukani menukil perkataan Al Qurtubhi yang mengatakan
bahwa tafsiran yang paling bagus untuk makna lahwal hadits adalah nyanyian.
Inilah pendapat para sahabat dan tabi’in
2. Orang-orang yang bernyanyi disebut “saamiduun”
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka, apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?
Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu saamiduun? Maka,
bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” (QS. An Najm: 59-62)
Apa yang dimaksud سَامِدُونَ
/saamiduun/?
Menurut salah satu pendapat, makna saamiduun adalah
bernyanyi dan ini berasal dari bahasa orang Yaman. Mereka biasa menyebut “ismud
lanaa” dan maksudnya adalah: “Bernyanyilah untuk kami”. Pendapat ini
diriwayatkan dari [Lihat Zaadul Masiir, 5/448.]
‘Ikrimah mengatakan, “Mereka biasa mendengarkan Al Qur’an,
namun mereka malah bernyanyi. Kemudian turunlah ayat ini (surat An Najm di
atas).”[Lihat Ighatsatul Lahfan, 1/258.]
3. Diriwayatkan Abu ‘Amir atau Abu Malik Al Asy’ari -– demi
Allah dia ia tidak mendustaiku – bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan
zina, sutera, khamr, alat musik (al-ma’aazif). Dan sungguh beberapa kaum akan
mendatangi tempat yang terletak di dekat gunung tinggi lalu mereka didatangi
orang yang berjalan kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka berkata :
“Kembalilah besok”. Pada malam harinya, Allah menimpakan gunung tersebut kepada
mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi monyet dan babi hingga hari
kiamat” [HR. Al-Bukhari no. 5268. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754;
Ath-Thabrani dalam Al-Kabir no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588;
Al-Baihaqi 3/272, 10/221; Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19
dan yang lainnya. Hadits ini memiliki banyak penguat].
4. Dari Abi Malik Al-Asy’ary ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Pasti akan ada sekelompok manusia
dari umatku yang meminum khamr dan menamainya dengan nama lain. Mereka senang
memainkan alat-alat musik (ma’aazif) dan biduanita. Lalu Allah akan menenggelamkan
mereka ke dalam bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi” [HR. Abu
Dawud no. 3688, Ibnu Majah no. 4020, Ahmad no. 22951, Ath-Thabarani dalam
Al-Kabiir no. 3419, dan yang lainnya].
5. Dari Nafi’ maula Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhuma :
Bahwasannya Ibnu ’Umar pernah mendengarkan suara seruling yang ditiup oleh
seorang penggembala. Maka ia meletakkan kedua jarinya di kedua telinganya
(untuk menyumbat/menutupinya) sambil membelokkan untanya dari jalan
(menghindari suara tersebut).
Ibnu ’Umar berkata : ”Wahai Nafi’, apakah kamu masih
mendengarnya ?”. Maka aku berkata : ”Ya”. Maka ia terus berlalu hingga aku
berkata : ”Aku tidak mendengarnya lagi”. Maka Ibnu ’Umar pun meletakkan
tangannya (dari kedua telinganya) dan kembali ke jalan tersebut sambil berkata
:
”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ketika
mendengar suara seruling melakukannya demikian” [HR. Ahmad 2/8 no. 4535 dan
2/38 no. 4965. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud no. 4924 dan 4926; Al-Ajurri
dalam Tahriimun-Nard wasy-Syatranj wal-Malaahi no. 64; dan yang lainnya,
Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud]
6. Dari ‘Imraan bin Hushain : Bahwasannya Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Akan ada di kalangan umatku ini nanti
bumi yang ditenggelamkan, hujan batu, dan kutukan hingga diubah menjadi makhluk
lain”. Maka berkata seorang laki-laki di antara kaum muslimin (yaitu dari
kalangan shahabat Nabi) : “Wahai Rasulullah, bagaimanakah hal itu bisa
terjadi?”. Beliau menjawab : “Ya, jika telah bermunculan para penyanyi perempuan
(biduanita), alat-alat musik, dan khamr telah diminum” [HR. Tirmidzi no. 2212.]
7. Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alahi wasallam :“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
atas diriku – atau telah mengharamkan – khamr, judi, al-kuubah (sejenis alat
musik), dan setiap hal yang memabukkan adalah haram”. [Abu Dawud (no. 3696),
Al-Baihaqi (10/221), Ahmad dalam Al-Musnad (no. 2476) dan Al-Asyribah (no. 193)
dan lainnya]
8. Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Lebih baik salah seorang
dari kalian memenuhi perutnya dengan nanah hingga merusak perutnya daripada ia
penuhi dengan sya’ir” [HR. Al-Bukhari no. 5803 dan Muslim no. 2257].
9. ’Utsman bin ’Affan radliyallaahu ’anhu, ia berkata :
”Sungguh aku telah bersumbunyi dari Rab-ku selama sepuluh
tahun. Dan aku adalah orang keempat dari empat orang yang pertama kali masuk
Islam. Aku tidak pernah bernyanyi dan berangan-angan…..” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabarani
dalam Mu’jamul-Kabiir no. 122 – Maktabah Sahab; hasan].
10. ‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
“Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Dzammul-Malaahi 4/2 serta Al-Baihaqi dari
jalannya dalam Sunan-nya 10/223 dan Syu’abul-Iman 4/5098-5099; shahih. Lihat
Tahrim Alaatith-Tharb hal. 98; Maktabah Sahab].
11. ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma. Ibnul-Jauzi
meriwayatkan sebagai berikut :
”Ibnu ’Umar radliyallaahu ’anhu pernah melewati satu kaum
yang sedang melakukan ihram dimana bersama mereka ada seorang laki-laki yang
sedang bernyanyi. Maka Ibnu ’Umar berkata kepada mereka : ”Ketahuilah, semoga
Allah tidak mendengar doa kalian” [Talbis Ibliis oleh Ibnul-Jauzi hal. 209 – Daarul-Fikr
1421].
12. ‘Abdullah bin ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, ia berkata :
”Duff itu haram, alat musik (ma’aazif) itu haram, al-kuubah
itu haram, dan seruling itu haram” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi 10/222;
shahih].
13. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz rahimahullah.
Al-Auza’i berkata : ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziz pernah menulis
surat kepada ‘Umar bin Al-Waliid yang di diantaranya berisi : “….Perbuatanmu
yang memperkenalkan alat musik merupakan satu kebid’ahan dalam Islam. Dan
sungguh aku telah berniat untuk mengutus seseorang kepadamu untuk memotong
rambut kepalamu dengan cara yang kasar” [Dikeluarkan oleh An-Nasa’i dalam
Sunan-nya (2/178) dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (5/270) dengan sanad shahih.]
14. Sa’id bin Al-Musayib rahimahullah mengatakan :
“Sesungguhnya aku membenci nyanyian, dan lebih menyukai
rajaz (semacam syi’ir)” [Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf
(11/6/19743) dengan sanad shahih].
15. Asy-Sya’bi (‘Aamir bin Syaraahiil) rahimahullah.
Diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Khaalid bahwa Asy-Sya’bi membenci upah
penyanyi, dan ia (Asy-Sya’bi) berkata :
“Aku tidak mau memakannya” [Dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dalam Al-Mushannaf (7/9/2203) dengan sanad shahih]
Pendapat Para Ulama Tentang Musik Dan Nyanyian
1. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan
dalam hati sebagaimana air menumbuhkan sayuran.”
2. Al Qasim bin Muhammad pernah ditanya tentang nyanyian,
lalu beliau menjawab, “Aku melarang nyanyian padamu dan aku membenci jika
engkau mendengarnya.” Lalu orang yang bertanya tadi mengatakan, “Apakah
nyanyian itu haram?” Al Qasim pun mengatakan,”Wahai anak saudaraku, jika Allah
telah memisahkan yang benar dan yang keliru, lantas pada posisi mana Allah
meletakkan ‘nyanyian’?”
3. ‘Umar bin ‘Abdul Aziz pernah menulis surat kepada guru
yang mengajarkan anaknya, isinya adalah, ”Hendaklah yang pertama kali diyakini
oleh anak-anakku dari budi pekertimu adalah kebencianmu pada nyanyian. Karena
nyanyian itu berasal dari setan dan ujung akhirnya adalah murka Allah. Aku
mengetahui dari para ulama yang terpercaya bahwa mendengarkan nyanyian dan alat
musik serta gandrung padanya hanya akan menumbuhkan kemunafikan dalam hati
sebagaimana air menumbuhkan rerumputan. Demi Allah, menjaga diri dengan
meninggalkan nyanyian sebenarnya lebih mudah bagi orang yang memiliki
kecerdasan daripada bercokolnya kemunafikan dalam hati.”
4. Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Nyanyian adalah
mantera-mantera zina.”
5. Adh Dhohak mengatakan, “Nyanyian itu akan merusak hati
dan akan mendatangkan kemurkaan Allah.”
6. Yazid bin Al Walid mengatakan, “Wahai anakku,
hati-hatilah kalian dari mendengar nyanyian karena nyanyian itu hanya akan
mengobarkan hawa nafsu, menurunkan harga diri, bahkan nyanyian itu bisa
menggantikan minuman keras yang bisa membuatmu mabuk kepayang. … Ketahuilah, nyanyian
itu adalah pendorong seseorang untuk berbuat zina.”
7. Empat Ulama Madzhab Mencela Nyanyian
– Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap
mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa. [Lihat Talbis Iblis, 282.]
– Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, “Barangsiapa membeli
budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka
hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‘aib.” [Lihat Talbis Iblis,
284.]
– Imam Asy Syafi’i. Beliau berkata, “Nyanyian adalah suatu hal
yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan.
Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya
tertolak.” [Lihat Talbis Iblis, 283.]
– Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, “Nyanyian itu
menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.” [Lihat
Talbis Iblis, 280.]
8. Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Barangsiapa yang memainkan alat-alat musik tersebut dalam
keyakinannya menjalankan agama dan bertaqarrub kepada Allah, maka tidak
diragukan lagi kesesatan dan kebodohannya” [Majmu’ Fatawa 11/162 – Maktabah
Al-Misykah].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengatakan,
“Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai
haramnya alat musik.” [Majmu’ Al Fatawa, 11/576-577.]
9. ‘Abdul-‘Aziz bin Baaz rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya mendengarkan nyanyian merupakan satu keharaman
dan mekunkaran. Termasuk di antara sebab hati menjadi sakit dan keras. Mencegah
dzikir kepada Allah dan menghalangi ditunaikannya shalat. Dan sungguh telah
banyak ulama yang menafsirkan firman Allah dala QS. Luqman ayat 6 ”Dan diantara
manusia ada yang membeli perkataan-perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan manusia dari jalan Allah” [Al-Ayat]. Yaitu dengan nyanyian” [Majmu’
Fatawa wa Maqaalat Mutanawwi’ah oleh Asy-Syaikh Ibnu Baaz, 3/432
10. Syaikh Muhamamd bin Shalih Al-Utsaimin berkata :
“Mendengarkan musik dan nyanyian haram dan tidak disangsikan
keharamannya. Telah diriwayatkan oleh para sahabat dan salaf shalih bahwa lagu
bisa menumbuhkan sifat kemunafikan di dalam hati. Lagu termasuk perkataan yang
tidak berguna.”
Berdasarkan hal ini saya menyampaikan nasehat kepada para
saudaraku sesama muslim agar menghindari mendengarkan musik dan janganlah
sampai tertipu oleh beberapa pendapat yang menyatakan halalnya lagu dan
alat-alat musik, karena dalil-dalil yang menyebutkan tentang haramnya musik
sangat jelas dan pasti. Sedangkan menyaksikan sinetron yang ada wanitanya
adalah haram karena bisa menyebabkan fitnah dan terpikat kepada perempuan.
Rata-rata setiap sinetron membahayakan, meski tidak ada wanitanya atau wanita
tidak melihat kepada pria, karena pada umumnya sinetron adalah membahayakan
masyarakat, baik dari sisi prilakunya dan akhlaknya.
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjaga
kaum muslimin dari keburukannya dan agar memperbaiki pemerintah kaum muslimin,
karena kebaikan mereka akan memperbaiki kaum muslimin. Wallahu a’lam.
[Fatawal Mar’ah 1/106]
Nyanyian Dan Musik Yang Dibolehkan
1. Menyanyi pada hari raya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim membawakan hadits dalam kitab
Shahih-nya dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata :
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memasuki rumahku
sedang aku bersama dua orang anak perempuan kecil yang sedang mendendangkan
nyanyian Bu’ats. Lalu beliau berbaring dan mengarahkan wajahnya ke arah lain.
Kemudian Abu Bakar masuk dan memukulku seraya berkata : “Ada seruling syaithan
di dekat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Lalu Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam menghadapkan wajahnya kepada Abu Bakar seraya bersabda :
“Biarkan saja mereka berdua”. Ketika Abu Bakar lengah, aku mencubit kedua anak
perempuan itu dan merekapun pergi keluar” [HR. Al-Bukhari no. 907 dan Muslim
no. 892].
Hadits ‘Aisyah di atas memberikan pemahaman bahwa Nabi dan
para shahabatnya tidak terbiasa berkumpul mendengarkan nyanyian, karena itu
secara spontan Abu Bakar Ash-Shiddiq menamainya seruling syaithan. Dan pada
waktu itu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari perkataan
Abu Bakar (ketika beliau mengatakan : “Ada seruling syaithan di dekat Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam”). Dalam riwayat lain, beliau memberikan
penjelasan kepada Abu Bakar tentang alasan pembolehan Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam pada waktu itu sebagai satu rukhshah, dengan perkataan beliau : (دعهما يا أبا
بكر ! فإن لكل قوم
عيدا ، وهذا عيدنا)
” Biarkan mereka berdua wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai
‘Ied (hari raya). Dan ini adalah hari raya kita”.
2. Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung PESTA
PERNIKAHAN, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar
pernikahannya.
– Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul
rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan.” (Hadits shahih riwayat Ahmad).
Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.
– Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata:
Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di
atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba
perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang
mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka
berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi
kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda:
“Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu
(nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari
Aisyah ra].
3. Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan
musik)
Inilah nasyid yang sebenarnya yaitu yang disenandungkan saat
bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya
terdapat do’a.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyenandungkan
sya’ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau
bersenandung:
“Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka
ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.”
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan
senandung lain:
“Kita telah membai’at Muhammad, kita selamanya selalu dalam
jihad.”
Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya’ir Ibnu Rawahah yang
lain:
“Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak
mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah
dan pendirian kami jika bertemu (musuh)
Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka
mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya.”
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung “Kami
menolaknya, … kami menolaknya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dari ‘Amru bin Asy-Syarid dari ayahnya (Asy-Syarid bin
Suwaid Ats-Tsaqafy) ia berkata : ”Suatu hari aku dibonceng oleh Rasulullah
shallallaahu ’alaihi wasallam. Maka beliau bertanya : ‘Apakah engkau hafal
syair Umayyah bin Abish-Shalat ?’. Aku menjawab : ‘Ya’. Beliau berkata :
‘Lantunkanlah !’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair. (Setelah selesai),
beliau pun berkata : ‘Teruskanlah !’. Maka aku pun melantunkan satu bait syair
lagi. (Setelah selesai), beliau pun berkata hal yang sama : ‘Teruskanlah !’.
Hingga aku melantunkan sekitar seratus bait syair” [HR. Muslim no. 2255].
KESIMPULAN :
* NYANYIAN yang di bolehkan adalah nyanyian yang seperti
kita temukan dalam berbagai aktifitas sehari-hari dalam perjalanan, pekerjaan,
mengangkut beban, dan sebagainya. Sebagian di antara mereka ada yang menghibur
dirinya dengan bernyanyi untuk menambah gairah dan semangat, menghilangkan
kejenuhan dan rasa sepi. Contohnya di antaranya adalah al-hida’, lagu yang
dinyanyikan oleh sebagian kaum perempuan untuk menenangkan tangis atau rengekan
buah hati mereka, atau nyanyian gadis-gadis kecil dalam sendau-gurau permainan
mereka, wallaahu a’lam [Kaffur-Ri’a’ halaman 59-60 dan Kasyful-Qina’ halaman
47-49].
Nyanyian Dihukumi Haram Jika:
1. Isinya mengandung kata-kata kesyirikan, kekafiran,
bid’ah, khurafat, membangkitkan syahwat, dorongan untuk berzina, gibah,
menghina orang lain, atau kalimat-kalimat haram lainnya.
2. Dilantunkan dengan mengikuti irama musik. Ini termasuk
meniru kebiasaan orang fasiq. Imam Asy-Syathibi mengatakan, “… Orang Arab (para
shahabat) tidak memiliki kebiasaan memperindah irama, sebagaimana kebiasaan
orang sekarang. Mereka melantunkan syair secara spontan tanpa mempelajari irama
….” (Al-I’thisham, 1:368. dinukil dari Tahrim ‘ala Ath-Tharb, hlm. 133)
3. Dijadikan sebagai sarana ibadah atau sarana dakwah.
Kebiasaan ini termasuk bid’ah yang dilakukan orang-orang sufi.
4. Dijadikan kebiasaan, sampai membuat lupa berzikir kepada
Allah.
* MUSIK /ALAT MUSIK dari berbagai alat musik yang
diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta
pernikahan dan hari ied (hari raya) dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki
sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu ‘Alahih
Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau
Radhiallahu ‘Anhum Ajma’in.
* SYAIR pada asalnya adalah boleh sebagaimana telah tsabit
dalam hadits-hadits shahih. Bahkan, dalam kondisi-kondisi tertentu sangat
diperlukan untuk menumbuhkan semangat jihad. Namun jika dilakukan secara
berlebihan (sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dan An-Nawawi), maka hal itu
adalah tercela.
https://konsultasisyariah.com
https://alsofwah.or.id/
https://muslim.or.id
https://almanhaj.or.id
https://rumaysho.com
Sunday, November 25, 2018
⁉📙📘 Apakah Pembagian Tauhid Adalah Bid’ah ?
Chanel Telegram : http://t.me/Manhaj_salaf1
📬 Kenapa tauhid dibagi menjadi tiga
🔖 Para Pembenci dakwah tauhid menebarkan tuduhan bahwa pembagian tauhid menjadi Tauhid Rubbubiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma’ wa sifat adalah bid’ah. Mereka hanya ingin menjauhkan umat dari dakwah tauhid. mereka tidak sadar atau pura-pura tidak tahu bahwa sesungguhnya merekapun mengakui adanya 3 tauhid ini.
💬 Kita katakan :
1⃣ Apakah anda mengakui bahwa Allahlah satu-satunya yang Menciptakan, yang memberi rizqi, yang mengatur alam ini ? Jika ya, maka anda telah mentauhidkan Rubbubiyah Allah.
2⃣ Apakah anda meyakini bahwa hanya Allah lah yang berhak untuk diibadahi? jika ya, maka anda telah mengakui Tauhid ulluhiyah, yaitu mentauhidkan Allah dlm ibadah.
3⃣ Apakah anda meyakini bahwa Allah mempunyai Nama dan sifat Yang Maha Sempurna dan Maha Agung ? jika ya, maka anda telah mengakui Tauhid ‘Asma wa sifat.
⛔ Namun jika anda tidak mengimani satu saja dari ketiga tauhid tsb diatas, maka anda telah rusak tauhidnya, naudzubillah.
👉 maka dari jalan manakah kita menolak ketiga tauhid ini ??
📍 Kita katakan : banyak pembagian istilah dalam Islam oleh para ulama yang tujuannya untuk memperjelas agar umat islam lebih mudah memahami.
📝 Sebagai contoh :
🔲 pembagian hukum :
Wajib, sunnah, mubah, makruh, haram
🔲 Istilah nama-nama shalat :
shalat tarawaih, tahiyatul masjid, sukrul wudhu’ dsb..
syarat wajib, syarat sah, dan rukun.
🔲 Jenis-jenis najis :
mukhafafah, mutawasithah, mugholadhoh.
dsb..
‼ yang lebih aneh bin ajaib, mereka yg menolak pembagian tauhid ini padahal itu diambil dari ayat Al-Qur’an, mereka malah membela pembagian / istilah yang sama sekali tidak dikenal,
♨ seperti sifat 20 dari mana mereka membatasi sifat Allah hanya 20 saja ?!! Contoh lain,
Pembagian bid’ah menjadi bid’ah hasanah dan sayyiah – yang sejatinya, mereka membela pembagian ini hanya untuk melegalkan perbuatan bid’ah mereka, tidak seperti apa yang dimaui oleh ulama yang mengatakan bid’ah hasanah. dengan memanfaatkan istilah bid’ah hasanah, Semua ritual yg mereka ada-adakan mereka masukkan ke dalam bid’ah hasanah.
♨ Contoh yang lain,
membagi ilmu agama ini menjadi : syariat, hakikat dan ma’rifat. atau dibagi menjadi 2 : kulit dan isi. ini semua pembagian batil yang tidak saja tanpa dalil yang shohih tapi juga menyelisihi pemahaman salafussholih.
📜 Berikut penjelasan lengkap tentang pembagian tauhid :
✅ Tauhid terbagi menjadi 3 ( Tauhid rububiyyah, uluhiyyah, dan Asma’ wa sifat ) berdasarkan istiqra’ ( penelitian menyeluruh ) terhadap dalil-dalil yang ada di dalam Al-Quran dan As-Sunnah, sebagaimana ulama nahwu membagi kalimat di dalam bahasa arab menjadi 3 : Isim, fi’il, dan huruf, berdasarkan penelitian menyeluruh terhadap kalimat-kalimat yang ada di dalam bahasa arab.
🎙 Betapa tepatnya perkataan Syaikh Bakr Abu Zaid dalam risalahnya “At-Tahdzir” halaman 30 berkisar pembagian tauhid. Kata beliau :
“Pembagian ini adalah hasil istiqra (telaah) para ulama Salaf terdahulu seperti yang diisyaratakan oleh Ibnu Mandah dan Ibnu Jarir Ath-Thabari serta yang lainnya. Hal ini pun diakui oleh Ibnul Qayim. Begitu pula Syaikh Zabidi dalam “Taaj Al-Aruus” dan Syaikh Syanqithi dalam “Adhwa Al-Bayaan” dan yang lainnya. Semoga Allah merahmati semuanya."
📚 ( Lihat Kitab At-Tahdzir min Mukhtasharat Muhammad Ash-Shabuny fii At-Tafsir karangan Syeikh Bakr Abu Zaid hal: 30, cet. Darur Rayah- Riyadh ) .
⁉ BENARKAH PEMBAGIAN TAUHID INI TIDAK DIKENAL ULAMA SALAF ?
Kami sebutkan disini diantara ulama-ulama yang menyebutkan pembagian ini baik secara jelas maupun dengan isyarat.
🎙 Berkata Syaikh Al-Baijuri dalam “Syarh Jauharah At-Tauhid” halaman 97. Firman Allah ; ‘Alhamdulillahir rabbil ‘alamiin’, mengisyaratkan pada pengakuan ‘Tauhid Rububiyah, yang konsekwensinya adalah pengakuan terhadap Tauhid Uluhiyah. Adapun konsekwensi Tauhid Uluhiyah adalah terlaksananya Ubudiyah. Hal ini menjadi kewajiban pertama bagi seorang hamba untuk mengenal Allah Yang Maha Suci. Kata beliau selanjutnya : “Kebanyakan surat-surat Al-Qur’an dan ayat-ayatnya mengandung macam-macam tauhid ini, bahkan Al-Qur’an dari awal hingga akhir menerangkan dan mengejawantahkan (menjelaskan).
🎙 Kemudian berkata Imam Ibnu Athiyah (wafat ; 546H) dalam kitabnya Al-Muharrar Al-Wajiiz, juz I, hal.75. Firman-Nya :
‘Iyaaka Na’budu’ adalah ucapan seorang yang beriman kepada-Nya yang menunjukkan pengakuan terhadap ke-rububiyah-an Allah, mengingat kebanyakan manusia beribadah kepada selain-Nya yang berupa berhala-berhala dan lain sebagainya”.
1⃣ Imam Abu Ja’far Ath-Thahawy ( wafat th. 321 ) , di dalam muqaddimah kitab beliau Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah . Beliau berkata :
نقول في توحيد الله معتقدين بتوفيق الله إن الله واحد لا شريك له ، و لا شيء مثله ، و لا شيء يعجزه ، و لا إله غيره
Artinya: Kami mengatakan di dalam pengesaan kepada Allah dengan meyakini : bahwa Allah satu tidak ada sekutu bagiNya, tidak ada yang serupa denganNya, tidak ada yang melemahkanNya, dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selainNya.
Perkataan beliau ” tidak ada yang serupa denganNya ” : ini termasuk tauhid Asma’ dan Sifat .
Perkataan beliau ” tidak ada yang melemahkanNya ” : ini termasuk tauhid Rububiyyah.
Perkataan beliau ” dan tidak ada tuhan yang berhak disembah selainNya.” : ini termasuk tauhid Uluhiyyah.
2⃣ Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky ( wafat th. 386 H ) , di dalam muqaddimah kitab beliau Ar-Risalah Al-Fiqhiyyah hal. 75 ( cet. Darul Gharb Al-Islamy ) . Beliau mengatakan :
من ذلك : الإيمان بالقلب و النطق باللسان بأن الله إله واحد لا إله غيره ، و لا شبيه له و لا نظير، … ، خالقا لكل شيء ، ألا هو رب العباد و رب أعمالهم والمقدر لحركاتهم و آجالهم .
"Artinya : Termasuk diantaranya adalah beriman dengan hati dan mengucapkan dengan lisan bahwasanya Allah adalah sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, tidak ada yang serupa denganNya dan tidak ada tandinganNya…Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hambaNya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka .
Perkataan beliau ” sesembahan yang satu, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Dia ” : ini termasuk tauhid Uluhiyyah .
Perkataan beliau ” tidak ada yang serupa denganNya dan tidak ada tandinganNya ” : ini termasuk tauhid Asma’ wa Sifat.
Perkataan beliau ” Pencipta segala sesuatu, ketahuilah bahwa Dia adalah pencipta hamba-hambaNya dan pencipta amalan-amalan mereka, dan yang menakdirkan gerakan-gerakan mereka dan ajal-ajal mereka ” : ini termasuk tauhid Rubiyyah.
3⃣ Ibnu Baththah Al-‘Akbary ( wafat th. 387 H ), di dalam kitab beliau Al-Ibanah ‘an Syariatil Firqatin Najiyyah wa Mujanabatil Firaq Al-Madzmumah ( 5 / 475 )
وذلك أن أصل الإيمان بالله الذي يجب على الخلق اعتقاده في إثبات الإيمان به ثلاثة أشياء : أحدها : أن يعتقد العبد ربانيته ليكون بذلك مباينا لمذهب أهل التعطيل الذين لا يثبتون صانعا . الثاني : أن يعتقد وحدانيته ، ليكون مباينا بذلك مذاهب أهل الشرك الذين أقروا بالصانع وأشركوا معه في العبادة غيره . والثالث : أن يعتقده موصوفا بالصفات التي لا يجوز إلا أن يكون موصوفا بها من العلم والقدرة والحكمة وسائر ما وصف به نفسه في كتابه
"Artinya : Dan yang demikian itu karena pokok keimanan kepada Allah yang wajib atas para makhluk untuk meyakininya di dalam menetapkan keimanan kepadaNya ada 3 perkara :
Pertama : Hendaklah seorang hamba meyakini rabbaniyyah Allah ( kekuasaan Allah ) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang atheisme yang mereka tidak menetapkan adanya pencipta.
Kedua : Hendaklah meyakini wahdaniyyah Allah ( keesaan Allah dalam peribadatan ) supaya dia membedakan diri dari jalan orang-orang musyrik yang mereka mengakui adanya pencipta alam kemudian mereka menyekutukanNya dengan selainNya.
Ketiga : Hendaklah meyakini bahwasanya Dia bersifat dengan sifat-sifat yang memang harus Dia miliki, seperti ilmu, qudrah ( kekuasaan ), hikmah ( kebijaksanaan ) , dan sifat-sifat yang lain yang Dia tetapkan di dalam kitabNya.
4⃣ Abu Bakr Muhammad bin Al-Walid Ath-Thurthusyi ( wafat th. 520 H ), di dalam muqaddimah kitab beliau Sirajul Muluk ( 1 / 1 ) , beliau berkata :
وأشهد له بالربوبية والوحدانية. وبما شهد به لنفسه من الأسماء الحسنى. والصفات العلى. والنعت الأوفى
"Artinya : Dan aku bersaksi atas rububiyyahNya dan uluhiyyahNya, dan atas apa-apa yang Dia bersaksi atasnya untuk dirinya berupa nama-nama yang paling baik dan sifat-sifat yang tinggi dan sempurna."
5⃣ Al-Qurthuby ( wafat th. 671 H ) , di dalam tafsir beliau (1/ 102) , beliau berkata ketika menafsirkan lafdzul jalalah ( الله) di dalam Al-Fatihah:
فالله اسم للموجود الحق الجامع لصفات الإلهية، المنعوت بنعوت الربوبية، المنفرد بالوجود الحقيقي، لا إله إلا هو سبحانه.
"Artinya : Maka ( الله ) adalah nama untuk sesuatu yang benar-benar ada, yang mengumpulkan sifat-sifat ilahiyyah ( sifat-sifat sesuatu yang berhak disembah ) , yang bersifat dengan sifat-sifat rububiyyah ( sifat-sifat sesuatu yang berkuasa ) , yang sendiri dengan keberadaan yang sebenarnya, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selainNya."
6⃣ Syeikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithy ( wafat th. 1393 H ) di dalam Adhwaul Bayan (3 / 111-112), ketika menafsirkan ayat:
)إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً كَبِيراً) (الاسراء:9)
7⃣ Syeikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, diantaranya dalam kitab beliau Kaifa Nuhaqqiqu At-Tauhid ( hal. 18-28 ) .
8⃣ Syeikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, diantaranya dalam Fatawa Arkanil Islam ( hal. 9-17 )
9⃣ Syeikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr ( pengajar di Masjid Nabawy ), diantaranya dalam muqaddimah ta’liq beliau terhadap kitab Tathhir ul I’tiqad ‘an Adranil Ilhad karangan Ash-Shan’any dan kitab Syarhush Shudur fi Tahrim Raf’il Qubur karangan Asy-Syaukany (hal . 12-20.)
🔟 Syeikh Abdul Aziz Ar-Rasyid, di dalam kitab beliau At-Tanbihat As-Saniyyah ‘ala Al-Aqidah Al-Wasithiyyah (hal. 14) .
1⃣1⃣ Syeikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, di dalam kitab beliau Al-Mukhtashar Al-Mufid fi Bayani Dalaili Aqsamit Tauhid. Kitab ini adalah bantahan atas orang yang mengingkari pembagian tauhid.
Dan lain-lain.
✅ Jadi pembagian tauhid menjadi tiga tersebut adalah pembagian secara ilmu dan merupakan hasil tela’ah seperti yang dikenal dalam kaidah keilmuan. Barangsiapa yang mengingkarinya berarti tidak ber-tafaquh terhadap Kitab Allah, tidak mengetahui kedudukan Allah, mengetahui sebagian dan tidak mengetahui sebagian yang lainnya. Allah pemberi petunjuk ke jalan nan lurus kepada siapa yang Dia kehendaki.
Bersambung, In Syaa Allah
Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ
Repost by Manhaj Salaf Akhwat
Subscribe to:
Posts (Atom)