السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
alhamdulillahi robbilalamin wabihi nasta'inu ala
umuriddunya waddin ashsholatu wassalamu'ala asrofil ambiya iwal mursalin wa ala
alihi washohbihi ajmain amma ba’du
Nah bahasan
kita tentang qodho puasa dan siapa yang membayar fidyah juga qodho.?
Siapa saja
yang boleh qodho puasa dan siapa yang qodho dan juga fidyah.
Singkatnya dalam kategori umum. Orang yang
berpuasa lalu ia dalam keadaan malas atau
dan akhirnya tidak puasa maka dia harus
qodho dan fidyah sebanyak hari yang ia tinggalkan hutang Rp.10000 bayar Rp.10000
Pertanyaannya
bolehkah mengqodho puasa yang telah lama ditinggal misalnya sudah 10th
yang lalu.
Boleh ya…
ulama berpendapat hal ini boleh. Karena tidak gugur hutangnya jika ia meninggal
maka ahli warisnya yang melunasi.
Dari Abu Salamah, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ
أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ
“Aku masih memiliki utang puasa Ramadhan. Aku tidaklah
mampu mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” Yahya (salah satu perowi hadits)
mengatakan bahwa hal ini dilakukan ‘Aisyah karena beliau sibuk mengurus Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Nah ini boleh menunda qodho Karena ada uzur.
Akan tetapi yang dianjurkan adalah qodho’ Ramadhan dilakukan
dengan segera (tanpa ditunda-tunda) berdasarkan firman Allah Ta’ala yang
memerintahkan untuk bersegera dalam melakukan kebaikan,
أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan
dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun:
61)
Jangan menunda jika
sudah diberi kesempatan melunasi. Sedangkan kita dalam keadaan sanggup melunasi
Secara terperinci
untuk seorang wanita. Haid, menyusui, (sakit dan safar =kategori umum) membayar
hanya dengan qodho puasa saja sebanyak yang mereka tinggalkan.
Dalil golongan pertama dan kedua adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ
“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Tapi kalua perjalanannya tidak memberatkan ia. Dan masih
sanggup puasa maka puasalah
Dalil wanita haid dan nifas adalah hadits dari ‘Aisyah,
beliau mengatakan,
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ
نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
“Kami dulu mengalami haid. Kami diperintarkan untuk
mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.”
Maksudnya hanya puasa saja yang diqodho.
Yang dimaksud di sini, apakah orang yang sengaja tidak
puasa diharuskan mengganti puasa yang sengaja ia tinggalkan. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa siapa saja yang sengaja membatalkan puasa atau tidak berpuasa
baik karena ada udzur atau pun tidak, maka wajib baginya untuk
mengqodho’ puasa. Dalam hal ini juga kita wajib membayar fidyah atau
setara hari yang kita tinggalkan disamakan denga satu orang fakir miskin
Namun ada ulama yang memiliki pendapat yang berbeda. Ibnu
Hazm dan ulama belakangan seperti Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
berpendapat bahwa bagi orang yang tidak berpuasa dengan sengaja tanpa ada
udzur, tidak wajib baginya untuk mengqodho’ puasa. Ada kaedah ushul fiqih yang
mendukung pendapat ini: “Ibadah yang memiliki batasan waktu awal dan akhir, apabila
seseorang meninggalkannya tanpa udzur (tanpa alasan), maka tidak disyariatkan
baginya untuk mengqodho’ kecuali jika ada dalil baru yang mensyariatkannya”.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin memaparkan pula
kaedah di atas: “Sesungguhnya ibadah yang memiliki batasan waktu (awal
dan akhir), apabila seseorang mengerjakan ibadah tersebut di luar waktunya
tanpa ada udzur (alasan), maka ibadah tadi tidaklah bermanfaat dan tidak sah.”
Syaikh rahimahullah kemudian membawakan contoh.
Misalnya shalat dan puasa. Apabila seseorang sengaja meninggalkan shalat hingga
keluar waktunya, lalu jika dia bertanya, “Apakah aku wajib mengqodho’
(mengganti) shalatku?” Kami katakan, “Engkau tidak wajib mengganti (mengqodho’)
shalatmu. Karena hal itu sama sekali tidak bermanfaat bagimu dan amalan
tersebut akan tidak diterima.
Syaikh rahimahullah kemudian membawakan contoh.
Misalnya shalat dan puasa. Apabila seseorang sengaja meninggalkan shalat hingga
keluar waktunya, lalu jika dia bertanya, “Apakah aku wajib mengqodho’
(mengganti) shalatku?” Kami katakan, “Engkau tidak wajib mengganti (mengqodho’)
shalatmu. Karena hal itu sama sekali tidak bermanfaat bagimu dan amalan
tersebut akan tidak diterima.
Begitu pula apabila ada seseorang yang tidak berpuasa sehari
di bulan Ramadhan (dengan sengaja, tanpa udzur, -pen), lalu dia bertanya
pada kami, “Apakah aku wajib untuk mengqodho’ puasa tersebut?” Kami pun akan
menjawab, “Tidak wajib bagimu untuk mengqodho’ puasamu yang sengaja engkau
tinggalkan hingga keluar waktu karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada
dasarnya dari kami, maka amalan tersebut tertolak.
Termasuk juga sholat. Tapi wallahu’alam. Dalam hal ini
penulis juga belum begitu paham. Dan mana
kah yang harus di ikuti. Namun ada baiknya namun ada baiknya kita bertawakal kepada
allah. Bertaubatlah jika engkau dahulu pernah meninggalkan yang wajib-wajib dan
berjanjilah pada diri kalian untuk tidak mengulanginya
Wallahu a'lam bishshawab,
Siapa Yang Wajib Qodho’ & Siapa Yang Wajib Fidyah Jika
Tidak Puasa?
Pada pembahasan kali ini, kami akan mengupas seputar hal-hal
berikur ini :
A. Qodho’ & Fidyah.
B. Kewajiban Mengqodho’ dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa walaupun sudah batal.
C. Sesuatu yang masuk ke rongga badan dari 5 (lima) lubang yang terbuka tapi tidak membatalkan puasa.
D. Permasalahan seputar Puasa.
A. Qodho’ & Fidyah.
B. Kewajiban Mengqodho’ dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa walaupun sudah batal.
C. Sesuatu yang masuk ke rongga badan dari 5 (lima) lubang yang terbuka tapi tidak membatalkan puasa.
D. Permasalahan seputar Puasa.
A. Qodho’ & Fidyah
Dalam permasalahan orang yang membatalkan Puasanya, baik disengaja maupun tidak itu terbagi ke dalam 4 (empat) keadaan, yaitu :
1. Wajib Qodho’ & Fidyah
2. Wajib Qodho’ tanpa Fidyah
3. Wajib Fidyah saja tanpa Qodho’
4. Tidak wajib Qodho’ & Fidyah
Dalam permasalahan orang yang membatalkan Puasanya, baik disengaja maupun tidak itu terbagi ke dalam 4 (empat) keadaan, yaitu :
1. Wajib Qodho’ & Fidyah
2. Wajib Qodho’ tanpa Fidyah
3. Wajib Fidyah saja tanpa Qodho’
4. Tidak wajib Qodho’ & Fidyah
Penjelasan :
1. Yang wajib Qodho’ sekaligus Fidyah ada 2 (dua) yaitu :
a) Membatalkan Puasa karena Khawatir pada yang lain, seperti
Ibu Hamil atau menyusui yang mengkhawatirkan Janin/Bayinya. Tapi jika ada
kekhawatiran pada yang lain serta dirinya sendiri maka hanya wajib Qodho’ saja.
b) Orang yang batal Puasanya akan tetapi ia telat
mengqodho’nya sampai masuk Ramadhan berikutnya tanpa adanya Udzur seperti
sakit, bepergian, menyusui atau lupa. Jika dia telat mengqodho’nya karena Udzur
maka cukup mengqodho’ saja tanpa Fidyah.
Ketentuan Fidyah : 1 (satu) Mud (6,7 ons) setiap hari
batalnya, dan Fidyahnya berlipat sesuai terulangnya Tahun. Contoh : Punya
tanggungan puasa 1 hari, sampai berlalu 2 Ramadhan berikutnya tidak sempat
mengqodho’ dengan tanpa Udzur maka dia wajib mengqodho’ disertai membayar 2
(Mud). Dan Fidyah ini ditentukan dari Makanan Pokok negri tersebut, seperti
Beras, Gandum, Kurma dll.
2. Wajib Qodho’ saja tanpa Fidyah : Seperti orang yang
Pingsan atau lupa niat di malam harinya, begitu juga orang yang sengaja
membatalkan puasanya.
3. Wajib Fidyah saja tanpa Qodho’ : Hanya teruntuk orang
yang sudah lanjut usia yang terlalu berat baginya untuk berpuasa begitu juga
orang sakit yang tidak ada harapan sembuh.
4. Tidak wajib Qodho’ & Fidyah : Orang gila yang sebab
kegilaannya tidak disengaja.
B. Kewajiban Mengqodho’ dan menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa walaupun sudah batal sampai masuknya waktu Maghrib itu ada
dalam 6 (enam) keadaan, yaitu :
1. Orang sengaja membatalkan puasanya.
2. Orang yang tidak berniat Puasa di malam harinya, sekalipun ia lupa.
3. Orang yang makan Sahur, sedangkan ia menyangka belum masuk waktu Shubuh akan tetapi pada kenyataannya sudah masuk waktu Shubuh.
4. Orang yang berbuka Puasa, sedangkan ia menyangka sudah masuk waktu Maghrib akan tetapi pada kenyataannya belum masuk waktu Maghrib.
5. Orang yang mengira harinya itu 30 Sya’ban (belum masuk Ramadhan), akan tetapi pada kenyataannya sudah masuk Ramadhan.
6. Orang yang kemasukan air tanpa sengaja, akan tetapi dalam penggunaan air tersebut tidak dianjurkan seperti : Berlebihan saat berkumur & membasuh hidung saat wudhu’, atau kemasukan air saat mandi biasa (bukan mandi sunnah/wajib).
1. Orang sengaja membatalkan puasanya.
2. Orang yang tidak berniat Puasa di malam harinya, sekalipun ia lupa.
3. Orang yang makan Sahur, sedangkan ia menyangka belum masuk waktu Shubuh akan tetapi pada kenyataannya sudah masuk waktu Shubuh.
4. Orang yang berbuka Puasa, sedangkan ia menyangka sudah masuk waktu Maghrib akan tetapi pada kenyataannya belum masuk waktu Maghrib.
5. Orang yang mengira harinya itu 30 Sya’ban (belum masuk Ramadhan), akan tetapi pada kenyataannya sudah masuk Ramadhan.
6. Orang yang kemasukan air tanpa sengaja, akan tetapi dalam penggunaan air tersebut tidak dianjurkan seperti : Berlebihan saat berkumur & membasuh hidung saat wudhu’, atau kemasukan air saat mandi biasa (bukan mandi sunnah/wajib).
C. Sesuatu yang masuk ke rongga badan dari 5 (lima) lubang
yang terbuka tapi tidak membatalkan puasa itu ada 7 (tujuh) hal, yaitu :
1. Sesuatu yang masuk ke badan karena lupa.
2. Memasukkan sesuatu ke dalam tubuh dari 5 lobang tersebut sedangkan dia termasuk orang yang ketidaktahuannya itu dimaafkan seperti baru masuk Islam atau jauh dari Ulama’.
3. Orang yang memasukkan sesuatu ke badan karena dipaksa, akan tetapi ada syaratnya. (*Insya Allah akan dibahas setelah ini)
4. Ludah yang tertelan, dengan Syarat harus suci dan belum tercampur apapun. Atau tidak murni dan tidak pula suci ataupun tidak ditempatnya akan tetapi terlanjur susah baginya untuk membuang ludah tersebut maka tidak masalah.
5. Benda yang masuk berupa debu jalanan.
6. Benda yang masuk berupa hempasan tepung dan sejenisnya.
7. Benda yang masuk berupa lalat yang terbang dan sejenisnya.
1. Sesuatu yang masuk ke badan karena lupa.
2. Memasukkan sesuatu ke dalam tubuh dari 5 lobang tersebut sedangkan dia termasuk orang yang ketidaktahuannya itu dimaafkan seperti baru masuk Islam atau jauh dari Ulama’.
3. Orang yang memasukkan sesuatu ke badan karena dipaksa, akan tetapi ada syaratnya. (*Insya Allah akan dibahas setelah ini)
4. Ludah yang tertelan, dengan Syarat harus suci dan belum tercampur apapun. Atau tidak murni dan tidak pula suci ataupun tidak ditempatnya akan tetapi terlanjur susah baginya untuk membuang ludah tersebut maka tidak masalah.
5. Benda yang masuk berupa debu jalanan.
6. Benda yang masuk berupa hempasan tepung dan sejenisnya.
7. Benda yang masuk berupa lalat yang terbang dan sejenisnya.
* Masalah orang yang dipaksa membatalkan puasanya tapi tidak
wajib mengqodho’ itu syaratnya ada 5 :
1. Orang yang memaksa itu bisa mewujudkan ancamannya.
2. Orang yang dipaksa tidak mampu melawan atau lari ataupun minta tolong.
3. Prasangka orang yang dipaksa jika tidak melaksanakan perintah tersebut akan mendapatkan perlakuan yang ditakutkan/tidak diinginkan.
4. Tidak ada pilihan lain.
5. Ketika membatalkan puasanya tidak diiringi dengan Nafsu (keinginan) sendiri akan tetapi semata memenuhi paksaan tersebut.
1. Orang yang memaksa itu bisa mewujudkan ancamannya.
2. Orang yang dipaksa tidak mampu melawan atau lari ataupun minta tolong.
3. Prasangka orang yang dipaksa jika tidak melaksanakan perintah tersebut akan mendapatkan perlakuan yang ditakutkan/tidak diinginkan.
4. Tidak ada pilihan lain.
5. Ketika membatalkan puasanya tidak diiringi dengan Nafsu (keinginan) sendiri akan tetapi semata memenuhi paksaan tersebut.
D. Permasalahan seputar Puasa.
1. Jika ada orang sedang berpuasa sedangkan ia adalah anak kecil kemudian Baligh, atau orang yang sedang bepergian kemudian ia bermukim (tidak melanjutkan perjalanannya),atau orang tersebut sakit kemudian sembuh. Maka haram bagi mereka untuk membatalkan puasanya dan wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai masuknya waktu Maghrib.
1. Jika ada orang sedang berpuasa sedangkan ia adalah anak kecil kemudian Baligh, atau orang yang sedang bepergian kemudian ia bermukim (tidak melanjutkan perjalanannya),atau orang tersebut sakit kemudian sembuh. Maka haram bagi mereka untuk membatalkan puasanya dan wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sampai masuknya waktu Maghrib.
2. Jika ada orang Haid atau Nifas suci, atau orang gila
menjadi sembuh, atau orang kafir masuk Islam di siang hari Ramadhan, maka
dianjurkan (sunnah) bagi mereka untuk Imsak (menahan diri dari hal-hal yang
membatalkan puasa sampai Maghrib). Dan tidak wajib Qodho’ bagi orang gila dan
kafir dalam keadaan tersebut.
3. Bagi orang yang Murtad jika kembali ke Islam maka dia
wajib mengqodho’ semua Puasa yang ia tinggalkan selama masa Murtadnya walaupun
di saat Murtad ia sempat gila.
4. Ada kesalah-fahaman sebagian orang awam yang menyangka
selama orang yang Adzan itu masih mengumandangkan Adzannya mereka masih meminum
air dengan keyakinan waktu sahur masih diperkenankan. Padahal ini adalah
kesalahan yang fatal, sebab Adzan itu menunjukkan sudah masuknya waktu Shubuh
dan secara otomatis waktu sahur sudah habis. Jadi yang masih makan/minum di
waktu adzan Shubuh berkumandang maka puasanya batal dan wajib Qodho’.
5. Jika ada seseorang yang wafat sedangkan ia mempunyai
tanggungan Puasa Ramadhan atau Kaffarah, sedangkan selama hidupnya masih
memungkinkan untuk melakukan itu semua akan tetapi tidak mengqodho’nya. Maka
diperkenankan bagi keluarganya untuk mengqodho’ setiap puasa yang ditinggalkan
atau dengan mengeluarkan Fidyah 1 (satu) Mud setiap satu harinya.
6. Membatalkan Puasa Sunnah walaupun tanpa adanya Udzur itu
diperkenankan, sedangkan membatalkan Puasa Wajib, Nadzar & Kaffarah itu
Haram jika tanpa Udzur.
7. Puasa Wishol itu haram, yaitu dengan puasa 2 (dua) hari
berturut-turut atau lebih tanpa berbuka walaupun dengan setetes air.
8. Jika membatalkan Puasa tanpa Udzur maka wajib
mengqodho’nya secara langsung, sedangkan jika membatalkannya karena Udzur
seperti sakit, bepergian atau lupa berniat maka kewajiban mengqodho’nya boleh
kapan saja.
9. Jika kita melihat orang yang sedang berpuasa kok makan,
maka kita lihat dulu kalau secara kasat mata (Dzahir) ia itu orang yang
bertakwa maka dianjurkan (sunnah) bagi kita untuk mengingatkannya. Akan tetapi
jika orang tersebut itu orangnya kurang takwa (mengentengkan) maka wajib bagi
kita untuk mengingatkannya.
toyib semoga bermanfaat untuk kita semua
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ
أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ