
Simak pelan-pelan pembahasan ilmiyyahnya (takhrij, syarah dan tarjih hadits) yaa...
..............
وَعَنْ ابْنِ عَبّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ. أخرجهُ مسلم.
20. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Apabila kulit bangkai itu telah disamak, maka sesungguhnya kulit itu telah suci.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
.
TAKHRIJUL HADITS
Shahih. Riwayat Muslim di Shahih-nya, juz 1 hlm. 191 dan lain-lain, sebagaimana hadits di bawah ini (no. 21).
.
وَعِنْدَ الأَرْبَعَةِ أَيُّمَا إهَابٍ دُبِغَ.
.
21. Dan bagi Abu Dawud, At Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah dengan lafazh: “Kulit bangkai apa pun yang telah disamak, (maka sesungguhnya kulit itu telah suci)”.
.
TAKHRIJUL HADITS
Shahih. Riwayat Abu Dawud, no. 4123; Tirmidzi, no. 1728; Nasa’i, juz 7 hlm. 173 no. 4241; Ibnu Majah, no. 3609, semuanya dengan lafazh:
.
أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ
.
Kulit bangkai apa saja yang telah disamak, maka sesungguhnya kulit tersebut telah menjadi suci.
.
Kecuali lafazh Abu Dawud, (yaitu) sama dengan lafazh Muslim. Jadi hadits di atas dengan dua lafazh-nya telah dikeluarkan oleh Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah dari jalan yang sama, yaitu dari beberapa jalan dari Zaid bin Aslam, dari Abdurrahman bin Wa’lah, dari Ibnu Abbas.
.
وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: دِبَاغُ جُلُوْدِ الْمَيْتَةِ طُهُوْرٌهَا. صَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّان.
.
22. Dari Salamah bin Al Muhabbiq Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Menyamak kulit bangkai itu berarti menyucikannya.” (Dan telah dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
.
TAKHRIJUL HADITS
Shahih. Riwayat Abu Dawud. No. 4125; Nasa’i, juz 7 hlm.173-174; Ahmad, 3/476 dan 5/6; Ibnu Hibban, no. 124 –Mawarid-) dan Al Baihaqi, juz 1 hlm. 21, semuanya dari jalan Qatadah, dari Hasan, dari Jaun bin Qatadah, dari Salamah bin Muhabbiq (ia berkata):
.
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ أَتَى عَلَى بَيْتٍ فَإِذَا قِرْبَةٌ مُعَلَّقَةٌ فَسَالَ الْمَاءُ،
فَقَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّهَا مَيْتَةٌ! فَقَالَ: دِبَاغُهَا طُهُوْرُهَا.
.
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk pernah mendatangi sebuah rumah, maka (di halaman rumah tersebut) ada tergantung sebuah tempat air yang terbuat dari kulit (binatang), lalu beliau meminta air (yang ada di tempat air itu). Maka mereka berkata (menjelaskan),”Ya Rasulullah, sesungguhnya tempat air itu terbuat dari kulit bangkai.” Maka beliau bersabda,”Menyamaknya adalah menyucikannya.”
.
Ini adalah lafazh Abu Dawud. Sedangkan lafazh Nasa’i sebagai berikut:
.
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْمُحَبِّقِ : أَنَّ نَبِيَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ دَعَا بِمَاءٍ مِنْ عِنْدِ امْرَأَةٍ.
قَالَتْ: مَا عِنْدِيْ إِلاَّ فِيْ قِرْبَةٍ لِيْ مَيْتَةٍ قَالَ: أَلَيْسَ قَدْ دَبَغْتِهَا؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: فَإِنَّ دِبَاغُهَا ذَكَاتُهَا
.
Dari Salamah bin Muhabbiq (ia berkata), bahwa Nabi Allah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk pernah meminta air kepada seorang wanita. Wanita itu berkata,”Aku tidak memiliki (air), kecuali (air) yang ada di tempat air yang terbuat dari kulit bangkai.” Beliau bertanya,”Bukankah engkau telah menyamaknya?” Wanita itu menjawab,”Ya.” Beliau bersabda,”Maka sesungguhnya menyamaknya adalah sama dengan menyembelihnya, (yakni menghalalkannya untuk dipakai sebagai tempat air dan lain-lain).”
.
Adapun lafazh Ahmad, Ibnu Hibban dan Baihaqi, kurang lebih sama; sabda beliau:
.
ذَكَاةُ الأَدِيْمِ دِبَاغُهُ
.
Penyembelihan bangkai itu dengan menyamaknya.
.
Inilah lafazh yang ada pada Ibnu Hibban dari jalan Salamah bin Muhabbiq. Sedangkan lafazh yang dibawakan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar di atas dikeluarkan oleh Ibnu Hibban, no. 123, akan tetapi dari jalan Aisyah, bukan dari jalan Salamah bin Muhabbiq.
.
Sedangkan sanad hadits Salamah bin Muhabbiq dha’if, karena Jaun bin Qatadah seorang rawi yang tidak dikenal sebagaimana dikatakan oleh Imam Ahmad. (Tahdzibut Tahdzib 2/122-123; Mizanul I’tidal 1/427. Karena tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Hasan Bashri dari Qurrah bin Khalid.
.
Akan tetapi hadits di atas shahih -yakni lighairihi- karena telah ada sejumlah syawahid-nya, diantaranya dari Ibnu Abbas, Maimunah, Aisyah, dan lain-lain.
.
وَعَنْ مَيْمُوْنَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُا، قَالَتْ: مَرَّ النَّبيُّ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ يَجُرُّوْنَهَا، فَقَالَ: لَوْ أَخَذْتُمْ إهَابَهَا؟ فَقَالُوْا: إِنَّهَا مَيْتَةٌ، فَقَالَ: يُطَهِّرُهَا الْمَاءُ وَالْقَرَظُ. أَخْرَجَهُ أَبُوْ دَاوُدُ وَالنَّسَائِيُّ.
.
23. Dari Maimunah Radhiyallahu ‘anha, ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seekor kambing yang mereka seret, maka beliau pun bersabda,”Seandainya kalian ambil kulitnya?” Mereka berkata,”Ini adalah bangkai.” Beliau bersabda,” Air dan daun salam itu adalah bahan untuk menyucikannya.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’i).
.
TAKHRIJUL HADITS
Shahih, Riwayat Abu Dawud, no. 4126; Nasa’i, juz 7 hlm. 174-175 no 4248; Ahmad 6/334 dan Baihaqi 1/19 dari jalan Katsir bin Farqad, dari Abdullah bin Malik bin Khudzaifah, dari ibunya (yaitu) Aliyah binti Suba’i, dari Maimunah.
Sanad hadits ini dha’if, karena Abdullah bin Malik bin Khudzaifah seorang rawi yang majhul. Tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Katsir bin Farqad. Akan tetapi, hadits ini shahih karena telah datang beberapa syawahidnya:
.
1. Dari jalan Ibnu Abbas yang semakna dengannya dikeluarkan oleh Daruquthni, no. 95, 96 kitab Thaharah, Bab Ad Dibagh.
2. Hadits Maimunah sendiri dengan beberapa jalannya yang diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain.
3. Hadits-hadits di no. 20, 21 dan 22.
.
FIQIH HADITS
1. Najisnya bangkai berdasarkan ketegasan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, bahwa menyamak kulit bangkai, berarti menyucikannya. Mafhumnya, kalau tidak disamak, maka kulit bangkai itu tetap dalam keadaan najis.
.
2. Kulit bangkai dari binatang apapun, apabila telah disamak termasuk babi dan anjing, maka dengan sendirinya kulit bangkai itu menjadi suci yang dapat dimanfaatkan untuk suatu keperluan, seperti: untuk tempat air dan lain-lain. Bukan untuk dimakan, karena memakannya tetap haram, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
.
إِنَّمَا حَرُمَ أَكْلُهَا
.
Hanyasanya yang diharamkan (dari kulit bangkai itu ialah) memakannya.
.
Riwayat Bukhari, no. 5531; Muslim, 1/190 dan lain-lain. Hukum di atas, yakni sucinya kulit bangkai dari binatang apapun bila telah disamak, berdasarkan keumuman beberapa sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam masalah ini, beliau sendiri tidak pernah memberikan pengecualian kepada jenis binatang apapun untuk tidak boleh disamak. Demikian pendapat yang benar –insya Allah- yang telah dipilih oleh Syaukani dalam Nailul Authar dan Shan’ani dalam Subulus Salam Syarah Bulugul Maram, dari tujuh pendapat ulama dalam bab ini. Wallahu a’lam.
.
No comments:
Post a Comment