Thursday, November 2, 2017

Fatwa-fatwa Imam Ahmad bin Hanbal dibangun berdasarkan lima pilar :


Pilar pertama adalah an Nash (Alquran dan Hadits). Jika beliau dapati nash dalam suatu masalah maka ia berfatwa dengan nash tersebut. Beliau tidak berpaling kepada sesuatu yang menyelisihinya juga tidak kepada seorang pun yang menyelisihinya siapapun dia.
Oleh karena itu beliau tidak berpaling kepada pendapat Umar tentang tidak sahnya talaq jika yang ditalaq tidak tahu, karena adanya hadits shahih dari Fatimah binti Qais (HR. Muslim:1480). Beliau juga tidak berpaling kepada pendapat Umar tentang larangan tayammum orang yang junub karena adanya hadits shahih dari 'Ammar bin Yâsir. Beliau juga tidak mendahulukan sebuah amalan, atau pendapat atau qiyas atau perkataan sahabat atas hadits shahih.

Pokok kedua dari metode fatwa Imam Ahmad yaitu apa yang telah difatwakan Sahabat Rasulullah shallallâhu 'alaihi wa sallam. Apabila didapati fatwa sebagian Sahabat yang tidak diketahui ada yang menyelisihi beliau tidak berpaling kepada selainnya.

Pokok ketiga dari metode fatwa Imam Ahmad yaitu jika Sahabat berselisih dipilih dari perkataan mereka yang lebih dengan Kitab dan Sunnah namun tidak keluar dari perkataan mereka (membuat pendapat yang baru).

Pokok keempat dari metode fatwa Imam Ahmad adalah berhujjah dengan hadits mursal dan dha'if jika pada bab tersebut tidak ada sesuatu (dalil) yang mendukungnya. Hadits dha'if yang dimaksud bukanlah hadits bathil atau munkar atau yang pada rawinya yang tertuduh berdusta. Akan tetapi hadits dha'if yang dimaksud bagian dari hadits hasan.

Pokok kelima dari metode fatwa Imam Ahmad adalah jika tidak ditemukan dalam suatu masalah An-Nash (Al-Quran dan Hadits), tidak juga Fatwa para sahabat atau salah seorang dari mereka, tidak juga hadits mursal dan dha'if maka beliau berpaling kepada qiyas. Qiyas ini pun dipergunakan ketika darurat saja.
A'lamul Muwãqi'in 1/58-66

No comments:

Post a Comment