---------------------
Pertanyaan :
Apa hukum memanjangkan kuku dengan tetap merawatnya atau
hukum mengecatnya serta hukum menghilangkan cat itu ketika tiba waktu shalat?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab :
Sebelum menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengingatkan
kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin tentang masalah mencontoh
kebiasaan-kebiasaan orang kafir.
Karena sesungguhnya, mengikuti adat kebiasaan mereka dan
menyerupai mereka atau sama dengan mereka dalam penampilan yang zahir itu
terkadang bisa menyeret si pelaku untuk sama dengan mereka dalam masalah yang
tidak terlihat mata.
Oleh karena itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa menyerupai sekelompok kaum maka dia termasuk
golongan mereka. [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Maka wajib bagi seorang Muslim untuk bangga dan merasa mulia
dengan agamanya, memiliki kepribadian yang kuat serta tidak menjadikan dirinya
sebagai pengekor yang terus mengikuti orang lain.
Mengenai hukum memanjangkan kuku yang ditanyakan oleh
penanya, maka itu termasuk kebiasaan orang-orang kafir yang kita dilarang
mengikutinya.
Memanjangkan kuku termasuk menyelisihi fithrah.
Apabila kuku itu panjang maka akan menempel padanya berbagai
macam kotoran. Kuku yang panjang tersebut akan menjadikan manusia yang
mempunyai kedudukan mulia disisi Allâh Azza wa Jalla ini seakan menyerupai
seekor hewan.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika ditanya tentang hukum menyembelih binatang dengan menggunakan batu dan
bambu atau yang semisalnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
مَا أَنْهَرَ الدَّمَ، وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ،
فَكُلْ غَيْرَ السِّنِّ، وَالظُّفْرِ،
فَإِنَّ السِّنَّ عَظْمٌ، وَالظُّفْرَ، مُدَى الْحَبَشَةِ
Apa saja yang bisa mengalirkan darah dan disebutkan nama
Allâh Azza wa Jalla padanya (dibacakan bismillah-red) maka makanlah oleh kalian
kecuali gigi dan kuku maka sesungguhnya gigi itu tulang sementara kuku adalah
pisau besar orang-orang Habasyah.
[HR. Muslim]
Maksudnya, Habasyah itu adalah mereka yang membiarkan
kuku-kukunya memanjang sehingga bisa digunakan untuk menyembelih binatang,
sehingga keadaan mereka menyerupai binatang buas.
Oleh karena itu, kita tidak pantas menyerupai mereka (dengan
memanjangkan kuku-red).
Disamping itu, memanjang kuku juga menyelisihi fithrah yang
berarti juga menyelisihi syariat Islam.
Karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi
waktu kepada umatnya supaya tidak membiarkan kuku-kuku, kumis, rambut kemaluan,
serta bulu ketiak melebihi 40 hari.
Kesimpulannya, kita wajib menghindari prilaku-prilaku yang
menyerupai orang-orang kafir secara mutlak.
Adapun masalah yang kedua yang ditanyakan yaitu masalah
mengecat atau menempelkan sesuatu di atas kuku yang bisa menghalangi sampainya
air ke kuku tersebut maka hukumnya haram, kecuali apabila seorang perempuan
yang dalam keadaan tidak boleh shalat (karena haid atau semisalnya), maka da
diperbolehkan menempelkan sesuatu di atas kukunya.
(Dengan catatan-red), apabila itu bukan termasuk ciri khas
perempuan kafir.
Jika itu termasuk ciri khas wanita kafir, maka tidak boleh
untuk menyerupai mereka.
Sedangkan wanita yang dalam keadaan suci (dari haidh atau
semisalnya) maka tidak diperbolehkan baginya untuk menempelkan apapun di atas
kukunya yang bisa menghalangi sampainya air wudlu ke kuku tersebut, meskipun
itu dilakukan hanya dalam waktu sau shalat saja.
Sungguh sangat disayangkan, beredarnya satu pemahaman yang
menyatakan bahwa kaum wanita boleh menempelkan sesuatu (yang bisa menghalangi
air wudlu -red) di atas kukunya dalam jangka waktu sehari semalam.
Karena masalah ini diqiaskan (disamakan) dengan hukum memakai
khuf (sepatu yang terbuat dari kulit atau semisalnya yang menutup mata kaki).
Namun, qias seperti ini termasuk qias yang salah dan bertentangan dengan nash.
Sebab memakai khuf dalam jangka waktu sehari semalam
tujuannya untuk menjaga kedua kaki terutama di waktu musim dingin, sementara
tangan tidak sama seperti kaki.
Oleh karena itu, dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan
dari Sahabat Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu bahwa dia pernah menuangkan
air wudhu kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai jubah yang sempit lengan bajunya maka
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeluarkan tangannya dari arah bawah
lengan tersebut.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Kalau mengusap tangan diperbolehkan oleh Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berwudhu pasti dalam keadaan seperti ini
yaitu sulit membuka lengan baju dari lengan tangan untuk membasuh tangan lebih
pantas untuk diperbolehkan mengusapnya saja.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun
XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo –
Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax
0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]
_______
Footnote :
[1] Diangkat dari Fatâwâ Manâril Islâm karya Syaikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin, hlm. 82-83
No comments:
Post a Comment